Cegah Penghindaran Pajak dengan Transfer Pricing!

9 August 2022 | 39

MediaJustitia.com: Tranfer Pricing (TP), digadangkan akan menjadi langkah pencegahan penghindaran pajak oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

TP sendiri merupakan suatu kebijakan penetapan harga transfer yang digunakan dalam transaksi antara pihak – pihak yang memiliki hubungan istimewa. Umumnya, TP dilakukan oleh perusahaan multinasional.

International Tax Analyst di Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementrian Keuangan Melani Dewi Astuti menjelaskan, pengesahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) telah memperbarui Pasal 18 ayat 3 UU PPh yang mengatur tiga isu penting.

Yakni, penambahan metode penentuan harga wajar, penerapan benchmarking, dan secondary adjustment. Atas pembaharuan pada Pasal 18 ayat 3 UU PPh, penentuan harga wajar dapat dilakukan dengan tambahan 3 metode baru.

“Yakni, comparable uncontrolled transaction method, tangible asset and intangible asset valuation, dan business valuation,” ucap Melani dalam keterangannya, Senin (8/8/2022).

Tujuan penambahan metode ini, kata Melani, adalah untuk mengakomodasi penggunaan metode-metode baru selain 5 metode yang telah ditetapkan pada peraturan sebelumnya.

Kendati TP adalah proses lumrah dalam kegiatan industri, namun tidak jarang proses ini dimanipulasi dengan tujuan untuk mengalihkan penghasilan.

Utamanya, dari perusahaan dalam suatu negara dengan tarif pajak yang tinggi ke perusahaan lain (dalam satu grup yang sama) dengan tarif pajak yang lebih rendah dengan tujuan untuk mendapatkan laba yang lebih besar.

Adanya penyebutan tambahan metode-metode baru transfer pricing yang tersedia dalam UU HPP diharapkan dapat menjadi langkah optimalisasi pencegahan penghindaran pajak internasional yang praktiknya banyak dilakukan melalui transfer pricing.

Partner Tax RSM Indonesia Salil Goyal mengatakan, pada 2020, sebagai respon atas pandemi Covid-19 yang mempengaruhi aktivitas bisnis, OECD merilis panduan khusus yang salah satunya menegaskan bahwa data dari transaksi independen ‘contemporaneous uncontrolled transactions’.

“Dapat menjadi data pembanding yang lebih wajar dan tepat diaplikasikan untuk menentukan harga transfer yang wajar dibandingkan dengan penggunaan three years approach,” ujar Salil.

Salil menjelaskan, OECD sejak 2020 bahkan telah melakukan dua kali pembaruan terhadap Transfer Pricing Guidelines.

Salil juga memaparkan, OECD yang kembali merilis Transfer Pricing Guidelines pada Januari 2022 memperbarui informasi penting yang mencakup penyempurnaan tiga acuan.

“Di antaranya terkait kapan dan dalam kasus seperti apa pembagian laba transaksi (PSM) menjadi metode yang tepat untuk digunakan, pembaharuan pedoman Hard-to-Value Intangibles (HTVI), dan penentuan harga transfer atas transaksi keuangan,” sambungnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...