Mediajustitia.com: Dalam konteks perkembangan sistem hukum Indonesia yang semakin kompleks, mitigasi risiko kepatuhan hukum dan pencegahan fraud tindak pidana korupsi menjadi isu krusial yang membutuhkan perhatian serius. Kompleksitas transaksi korporasi, celah regulasi, dan praktik-praktik yang berpotensi menimbulkan pelanggaran hukum menuntut hadirnya profesional yang mampu melakukan audit hukum secara komprehensif dan mendalam.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Justitia Training Center menyelenggarakan Forum Diskusi (Fokus) Online bertemakan “Menavigasi Kepatuhan Hukum dan Mitigasi Risiko bagi Korporasi: Peran Auditor Hukum dalam Pencegahan Fraud Tindak Pidana Korupsi” pada 25 Maret 2025 yang juga dihadiri oleh Presiden Direktur Justitia Training Center, Andriansyah Tiawarman K., S.H., M.H., CCD., CTLC., CMLC., C.Med., C.Arb., Arfan Faiz Muhlizi S.H.,M.H. selaku Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN dan Lingga Nugraha, S.H., M.H.,CLA., CCD., CMLC., CTLC. selaku Managing Partner dari Nugraha Partnership.
Andriansyah dalam sambutannya mengatakan, “Auditor hukum memegang peran strategis dalam membantu perusahaan menavigasi kepatuhan hukum dan memitigasi risiko yang dapat merugikan operasional serta reputasi perusahaan. Auditor hukum tidak hanya bertugas memastikan bahwa regulasi telah dipatuhi, tetapi juga berperan dalam mendeteksi potensi pelanggaran sejak dini, mengevaluasi efektivitas sistem pengendalian internal, serta memberikan rekomendasi untuk memperkuat tata kelola perusahaan yang bersih dan transparan. Dengan pendekatan yang berbasis analisis hukum dan risiko, auditor hukum menjadi garda terdepan dalam upaya pencegahan fraud dan tipikor di lingkungan korporasi,” ujarnya. Menurutnya, dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat memberi pemahaman lebih dalam kepada para peserta mengenai peran auditor hukum serta strategi terbaik dalam menavigasi kepatuhan hukum dan mitigasi risiko.
BPHN sebagai lembaga pemerintah yang berperan dalam mendorong pembinaan dan kepatuhan hukum di Indonesia, BPHN telah melakukan banyak kegiatan, seperti sosialisasi penyuluhan pemahaman kepada masyarakat terkait hukum. Arfan Faiz mengungkapkan bahwa, “Kita sampaikan bahwa upaya yang telah dilakukan oleh BPHN bukan sekedar memberikan pembinaan dan peningkatan hukum tapi kami juga merupakan salah satu institusi yang mendorong terwujudnya kepatuhan hukum. Masyarakat bukan lagi sebagai objek, namun kita sama-sama konsisten tajam ke bawah dan tajam ke atas, upaya hukum ini telah diusahakan sebagai panglima dari tahun 1945.”
BPHN memiliki visi dan misi selama periode tahun 2025 – 2029 yang dituangkan ke dalam 8 misi yaitu Asta Cita yang dilaksanakan oleh BPHN untuk mendukung agenda pemerintah yang diantaranya, yaitu:
1. Memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia;
2. Memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi syariah, ekonomi digital, ekonomi hijau dan ekonomi biru;
3. Melanjutkan pengembangan infrastruktur dan meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif serta mengembangkan agromaritim industri di sentra produksi melalui peran aktif koperasi;
4. Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda (generasi milenial dan generasi Z), penyandang disabilitas;
5. Melanjutkan hilirisasi dan mengembangkan industri berbasis sumber daya alam untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri;
6. Membangun dari desa dan dari bawah untuk pertumbuhan ekonomi, pemerataan ekonomi, dan pemberantasan kemiskinan;
7. Memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi, narkoba, judi, dan penyelundupan; dan
8. Memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam dan budaya, serta peningkatan toleransi antar umat beragama untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
Selanjutnya, Lingga Nugraha, S.H., M.H., CLA., CCD., CMLC., CTLC., juga ikut menyoroti pentingnya Good Corporate Governance (GCG) dalam mencegah tindak pidana korupsi di lingkungan korporasi. Prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, serta kewajaran dan kesetaraan menjadi landasan utama dalam membangun budaya kepatuhan yang kuat.
Menurutnya, Sistem Manajemen Kepatuhan (SMK) merupakan kerangka kerja komprehensif yang memastikan perusahaan mematuhi seluruh hukum, peraturan, standar, dan kode etik yang berlaku. SMK mencakup berbagai aspek operasional, termasuk identifikasi dan evaluasi risiko kepatuhan, kebijakan dan prosedur kepatuhan, pelatihan, komunikasi, pemantauan, audit, pelaporan, investigasi, tindakan korektif, manajemen dokumentasi, serta evaluasi berkelanjutan.
Fraud dalam korporasi sering kali terselubung dalam transaksi yang tampak sah, seperti perbedaan harga dalam pengadaan atau aktivitas keuangan tanpa output nyata. Oleh karena itu, Pak Lingga menekankan perlunya teknologi dalam sistem audit untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Sebagai strategi mitigasi risiko, Lingga memperkenalkan pendekatan OODA Cycle (Observe, Orient, Decide, Act) yang membantu perusahaan dalam merespons tantangan kepatuhan secara sistematis dan efektif. Dengan penerapan GCG yang kuat serta manajemen kepatuhan yang menyeluruh, perusahaan dapat mengurangi risiko hukum, meningkatkan efisiensi operasional, dan menjaga kepercayaan publik.
Terakhir, Andriansyah menambahkan bahwa, “Saya berharap diskusi ini dapat menjadi wadah pertukaran wawasan dan pengalaman yang bermanfaat bagi seluruh peserta, sehingga kita dapat bersama-sama menciptakan dunia usaha yang lebih berintegritas dan akuntabel,” pungkasnya mengakhiri sesi sambutan.