Kementerian Baru, Tantangan Baru: Prabowo Resmi Lantik 109 Pejabat

22 October 2024 | 24
Presiden Prabowo Subianto (kanan) mengambil sumpah dalam upacara pelantikan presiden di gedung DPR, Jakarta, pada 20 Oktober 2024. (www.voaindonesia.com)

Mediajustitia.com – Presiden Prabowo Subianto secara resmi melantik 109 pejabat negara untuk Kabinet Merah Putih periode 2024-2029 di Istana Kepresidenan. Pejabat yang dilantik meliputi menteri, kepala badan, dan kepala lembaga setingkat menteri. 

Pada masa pemerintahan sebelumnya, terdapat 34 kementerian. Namun, dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 yang merevisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Presiden Prabowo membentuk 48 kementerian. Sehingga, ia mengangkat 48 menteri dan 56 wakil menteri.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024, Presiden Prabowo memiliki hak sah untuk membentuk kementerian. Namun, beberapa kementerian baru menghadapi masalah dalam hal dasar hukum yang mengatur pelaksanaan urusan pemerintahan di bidang tertentu.

Salah satu isu yang mendapat perhatian publik adalah ketenagakerjaan migran. Perubahan dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menjadi Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) membawa dampak signifikan pada definisi, wewenang, tugas, dan tanggung jawab lembaga tersebut. 

Sebelumnya, urusan ketenagakerjaan migran diurus oleh BP2MI, namun dengan adanya perubahan ini, ada tantangan baru yang harus dihadapi.

Transformasi ini tidak semata-mata soal perubahan nama atau penyesuaian teknis. KP2MI harus beroperasi berdasarkan undang-undang yang ada. 

Jika aturan tersebut diabaikan, risiko gugatan hukum akan meningkat. Karena berkaitan dengan undang-undang, diperlukan perubahan yang melibatkan legislatif dan eksekutif, yang bisa memakan waktu lama. 

Alternatifnya, Presiden Prabowo dapat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mempercepat proses.

Saat ini, pengelolaan ketenagakerjaan migran diatur oleh dua lembaga utama. Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker) berfungsi sebagai pengatur, sementara BP2MI bertindak sebagai pelaksana. 

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia mengatur proses tersebut, dan menetapkan Kemnaker sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas urusan ketenagakerjaan. 

Kementerian Ketenagakerjaan memiliki tugas langsung di bawah Presiden untuk mengelola urusan ketenagakerjaan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Undang-undang ini tidak otomatis memberikan kewenangan kepada KP2MI sebagai pengatur urusan ketenagakerjaan. Oleh karena itu, KP2MI menghadapi tantangan hukum untuk beroperasi secara sah.

Pembentukan KP2MI dianggap terburu-buru menjelang pelantikan Prabowo sebagai Presiden RI. Prosesnya tidak melalui kajian mendalam mengenai perlindungan pekerja migran. Publik juga mempertanyakan urgensi pengangkatan dua wakil menteri di KP2MI, yang terkesan sebagai bagi-bagi kekuasaan. 

Selain itu, KP2MI harus menghadapi tantangan anggaran yang terkait dengan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) dari DPR, yang mencakup gaji, tunjangan, dan fasilitas untuk dua wakil menteri.

Publik berharap perubahan ini akan meningkatkan jumlah pekerja migran dan memperkuat perlindungan mereka, tetapi semua itu masih berupa spekulasi. Yang pasti, transformasi dari BP2MI ke KP2MI berisiko mengganggu proses penempatan pekerja migran jika tidak dikelola dengan baik.

Jika KP2MI mulai beroperasi tanpa persiapan yang matang, prosedur penempatan dan perlindungan pekerja migran bisa menjadi tidak sesuai aturan atau ilegal. Situasi ini dapat merugikan pekerja migran dan seluruh ekosistem yang terkait. 

Oleh karena itu, diperlukan masa transisi yang menyeluruh, termasuk revisi undang-undang, aturan turunan, dan pengalihan sistem komputer (Sisko) Siap Kerja dari Kemnaker.

Langkah paling mendesak adalah memastikan layanan publik di bidang ketenagakerjaan bagi PMI tetap berjalan tanpa hambatan. Ini penting agar proses penempatan dan perlindungan pekerja migran, mulai dari sebelum, saat, hingga setelah bekerja, memiliki kepastian hukum dan terlindungi dari potensi gugatan. 

Proses ini tidak hanya menyangkut perlindungan hak-hak pekerja migran, tetapi juga stabilitas hukum dan operasional kementerian baru yang dibentuk di bawah pemerintahan Presiden Prabowo.

Berita ini telah terbit di kompas.com

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...