Klausul ‘Force Majeure’ Situasi Covid-19,  Praktisi Hukum: Perlu Memperhatikan Segala Kondisi dan Ketentuan Perjanjian

17 April 2020 | 71
Ojak Situmeang mempresentasikan diskusinya melalui aplikasi Zoom (Media Justitia/Fernanda)

MediaJustitia.com: Praktisi Hukum Ojak Situmeang mengatakan bahwa justifikasi wabah Covid-19 sebagai ‘force majeure’ berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 12 tahun 2020 dapat ditentukan dengan memperhatikan segala kondisi dan ketentuan pada perjanjian tersebut serta wajib membuktikan bahwa kondisi-kondisi  ‘force majeure’ telah terpenuhi.

Hal tersebut disampaikan dalam Forum Diskusi Justitia (FOKUS JUSTITIA) yang bertajuk “Aktivitas Keberlakuan Klausul Force Majeure Pada Perjanjian Merujuk Keppres No. 12 Tahun 2020” yang diselenggarakan oleh Justitia Training Center bekerjasama dengan Media Justitia, dilaksanakan secara online melalui aplikasi Zoom pada Jumat, (17/4).

Dalam presentasinya, Ojak menyampaikan bahwa Pihak yang merasa terdampak oleh Covid-19 dan mengklaim klausul foce majeure harus membuktikan unsur dan kondisi keadaan force majeure seperti wabah Covid-19 tidak terduga kedatangannya, tidak dapat dihindari dan terjadinya Covid-19 bukan karena kelalaian maupun kesalahan yang dilakukan Debitur.

Managing Partners di Law Firm Tobing Situmeang and Partners ini pun menjelaskan bahwa kondisi force majeure terkait wabah Covid-19 tidak secara otomatis berlaku jika perjanjian tersebut telah mengecualikan suatu peristiwa epidemi/pandemi, perjanjian tersebut tidak mengatur terkait kondisi force majeure, ia dapat memenuhi kewajibannya dengan cara lain, dan tidak dapat membuktikan kondisi-kondisi force majeure, serta para pihak sepakat melakukan renegoisasi.

Pun Ojak mengatakan bahwa pandangan status resmi bencana nasional sebagai dasar keseluruhan bagi Pihak yang melakukan wanprestasi dengan alasan force majeure terlalu premature dan misleading karena force majeure wajib dinilai dari kondisi atau fakta yang nyata menjadi halangan dalam melaksanakan kewajiban pada perjanjian, bukan melalui penetapan resmi status darurat bencana nasional oleh Pemerintah.

Selama diskusi berlangsung, animo peserta sangat tinggi karena Ojak juga memberikan contoh kasus untuk didiskusikan sehingga membuat ruang diskusi hidup dan tidak monoton.

“Animo peserta cukup tinggi, terbukti lebih dari 70 orang yg mengikuti fokus (forum diskusi) online yg diadakan oleh Media Justitia, dan menjadi interaktif ketika banyak peserta yg berkesempatan untuk bertanya secara langsung dan menggali lebih dalam kondisi, syarat dan unsur pemberlakuan force majeur dalam perjanjian,” ujar Ojak saat dihubungi MediaJustitia pada Jumat, (17/4).

Mengingat animo dan pertanyaan dari peserta yg cukup banyak, maka Media Justitia sebagai penyelenggara memberikan kesempatan bagi peserta untuk menyampaikan pertanyaan kepada Ojak melalui official account instagram @justitia_traning

Dalam kesempatan ini, Ojak berharap agar ilmu yang sudah diberikan dapat membantu untuk menambah wawasan peserta dan juga berharap kepada Justitia Training Center dan Media Justitia sebagai penyelenggara diskusi dapat menjadi wadah terdepan dalam menjawab isu-isu hukum yang berkembang di tengah masyarakat.

“Harapannya bagi peserta diskusi, semoga sharing ilmu yang sudahh dipaparkan dapat menambah wawasan dan jadi pedoman dalam memahami lebih dalam lagi apa yang dimaksud degan force majeur secara best practice,” kata Ojak.

“Bagi Justitia, semoga justitia dan media justitia dapat selalu menjadi wadah atau fasilitator yang terdepan, terupdate dan teraktual dalam menjawab setiap perkembangan maupun isu hukum yang berkembang di masyarakat dan dapat membuat kegiatan Forum Diskusi Online ini menjadi berkelanjutan degan topik teraktual,” lanjutnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa Keppres No. 12 tahun 2020 tentang Penetapan Virus Corona (Covid-19)  sebagai bencana nasional tidak dapat dijadikan dasar sebagai force majeure.

“Keppres No. 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional tidak dapat dijadikan dasar sebagai force majeure untuk membatalkan kontrak. Kontrak-kontrak tetap terikat pada ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata yang relaksasinya bisa diatur OJK. Elaborasinya nanti saya videokan,” tulis Mahfud dalam akun Twitter resminya pada Selasa, (14/4).

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...