Mediajustitia.com – Komisi Yudisial (KY) menyatakan akan menelusuri dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang melibatkan sejumlah hakim dan pejabat pengadilan dalam kasus suap vonis lepas korupsi ekspor crude palm oil (CPO), atau bahan baku minyak goreng.
Anggota sekaligus Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, menyampaikan bahwa pihaknya telah menerjunkan tim untuk mengumpulkan informasi dan keterangan awal terkait kasus tersebut. “Pada prinsipnya, KY akan segera memproses informasi atau temuan apabila ada indikasi pelanggaran kode etik hakim,” ujar Mukti dalam keterangannya di Jakarta, Senin (14/4/2025).
Mukti menambahkan bahwa KY sangat menyayangkan dan prihatin atas penetapan tersangka terhadap para hakim, termasuk Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN). Ia menegaskan KY siap bekerja sama dan berkoordinasi dengan Mahkamah Agung (MA) dan Kejaksaan Agung untuk mendalami kasus ini lebih lanjut.
Lebih dari itu, Mukti mengajak seluruh pihak, termasuk masyarakat dan media, untuk turut serta memberikan informasi yang dapat memperkuat dan mengembangkan penyelidikan yang sedang berlangsung. Ia juga meminta publik memberikan kepercayaan penuh terhadap proses hukum yang tengah berjalan.
Kasus ini mencuat setelah Kejaksaan Agung menetapkan Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta sebagai tersangka dugaan suap dalam penanganan perkara korupsi ekspor CPO yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat. Arif diduga menerima suap sebesar Rp60 miliar dari dua advokat, Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR), untuk mengatur agar majelis hakim menjatuhkan vonis lepas (ontslag van alle recht vervolging) terhadap tiga korporasi besar: Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Suap tersebut diberikan melalui Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), yang disebut sebagai orang kepercayaan Arif. Dalam proses sidang perkara pada 19 Maret 2025, putusan lepas tersebut dijatuhkan oleh Majelis Hakim yang dipimpin Djuyamto (DJU), dengan anggota Agam Syarief Baharudin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM), yang seluruhnya kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.
Ketiga hakim itu diduga turut menerima suap sebesar Rp22,5 miliar untuk memutus perkara sesuai skenario. Saat perkara ini bergulir, Muhammad Arif Nuryanta menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat dan berperan dalam menunjuk susunan majelis hakim.
Menanggapi perkembangan kasus ini, Mahkamah Agung dilaporkan telah memberhentikan sementara para tersangka dari jabatannya, termasuk ketiga hakim dan panitera muda yang terlibat. Penonaktifan dilakukan sebagai bentuk komitmen MA dalam menjaga integritas lembaga peradilan serta mendukung proses hukum yang sedang berlangsung.
Skandal ini menjadi sorotan tajam publik, mengingat posisi para tersangka yang berasal dari institusi peradilan. KY menegaskan bahwa pengawasan etik terhadap hakim adalah langkah penting untuk memastikan penegakan hukum berjalan sesuai prinsip keadilan dan integritas.