Longgarnya Penegakan Hukum, SMS Spam Masih Marak Terjadi

25 September 2020 | 45
Ilustrasi SMS spam./mediakonsumen.com.

MediaJustitia.com: Perkembangan teknologi yang makin pesat memiliki peran sangat penting bagi kebutuhan manusia. Terutama pada smartphone. Smartphone memiliki kegunaan yang sangat penting serta dapat memudahkan untuk mengakses informasi dari berbagai macam platform, berhubungan dengan keluarga, dan membangun networking.

Smartphone pasti memerlukan operator seluler (SIM card). Operator seluler merupakan penyedia layanan yang dilengkapi dengam fitur canggih. Fitur canggih dalam operator salah satunya ialah SMS (Short Message Service). SMS merupakan fasilitas untuk mengirim atau menerima suatu pesan singkat melalui telepon seluler.

Penyedia layanan biasanya bekerja sama dengan operator. Tak jarang operator mengirimi pesan singkat bagi para penggunanya untuk menginfokan bahwa penggunanya mendapatkan hadiah uang jutaan rupiah atau bahkan mendapatkan kendaraan. Hal ini disebut dengan SMS spam. Dilansir dari techno okezone bahwa SMS Spam merupakan pesan singkat yang dikirimkan kepada pengguna, tidak diketahui siapa pengirimnya. Biasanya, pesan tersebut berisi penawaran sesuatu, atau bahkan bentuk dari modus penipuan.

SMS spam masih marak terjadi hingga detik ini. Menurut pengamat siber Pratama Persadha menjelaskan bahwa faktor penyebab maraknya SMS spam ini dikarenakan karena kurang tegasnya penegakan hukum. Karena tak ayal SMS spam masih dianggap hal yang biasa oleh aparat hukum. Sedangkan di sisi lain, operator tidak memiliki metode yang tegas seperti filtering terhadap konten SMS.

Menurut Chairman Communication and Information System Security Research Center (CIISReC) SMS spam ini dapat menimbulkan bahaya keamanan bagi nasional. Karena SMS spam ini dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan kecil.

Pratama meminta kepada pemerintah agar mengadakan pembatasan terhadap kepemilikan nomor telepon yang harus sesuai dengan aturan registrasi ulang SIM card prabayar saat pertama dibuat. Dengan menyiasati dengan cara tersebut, Pratama berharap agar SMS spam dapat diredam sehingga tidak membuat masyarakat merasa resah.

Pratama juga menyatakan bahwa pembatasan yang dilakukan harus bertujuan agar data masyarakat tidak disalah gunakan karena dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) penjual dan pemakai data pribadi dapat dijerat sanksi pidana.

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...