Mahkamah Agung Perberat Hukuman Karen Agustiawan Menjadi 13 Tahun Penjara

3 March 2025 | 36

Mediajustitia.com – Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, terkait kasus korupsi pengadaan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG). Tak hanya menolak kasasi, MA justru memperberat hukuman Karen dari 9 tahun menjadi 13 tahun penjara.

Kasasi Ditolak, Hukuman Diperberat

Dalam amar putusan yang dikutip dari laman Kepaniteraan MA pada Jumat, 28 Februari 2025, majelis hakim kasasi menjatuhkan pidana penjara selama 13 tahun kepada Karen. Selain itu, ia juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 650 juta, dengan ketentuan jika tidak dibayar akan diganti dengan enam bulan kurungan.

Perkara dengan nomor 1076K/PID.SUS/2025 ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto, dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo. Majelis hakim menyatakan Karen terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) serta Pasal 55 dan 64 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kronologi Kasus Korupsi LNG

Kasus ini bermula pada periode 2011-2014, saat Karen menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina. Ia diduga terlibat dalam pengadaan LNG tanpa melalui prosedur yang benar dan tanpa kajian supply and demand yang memadai. Kontrak pembelian LNG dari Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL), anak perusahaan Cheniere Energy Inc., dinilai tidak sesuai dengan rencana kerja dan anggaran perusahaan serta tanpa persetujuan Dewan Komisaris.

Keputusan tersebut menyebabkan kelebihan pasokan LNG yang harus dijual dengan harga murah, mengakibatkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 2,1 triliun. KPK menyatakan Karen juga memperkaya diri sebesar Rp 1,09 miliar dan US$ 104.016, serta menguntungkan korporasi asing CCL sebesar US$ 113,84 juta.

Selain Karen, kasus ini juga melibatkan Yenni Andayani (Senior Vice President Gas and Power PT Pertamina 2013-2014) dan Hari Karyulianto (Direktur Gas PT Pertamina 2012-2014). Bahkan, terdapat dugaan gratifikasi yang melibatkan anak kandung Karen dalam proyek ini.

Perjalanan Kasus Hingga Kasasi

Kasus ini awalnya ditangani oleh Kejaksaan Agung sebelum akhirnya diambil alih oleh KPK pada akhir 2021. Setelah penyelidikan mendalam, pada September 2023, KPK menetapkan Karen sebagai tersangka dan langsung menahannya.

Pada 24 Juni 2024, Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta kepada Karen. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut 11 tahun penjara serta denda Rp 1 miliar.

Tak terima dengan putusan tersebut, Karen mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. Namun, pada September 2024, PT Jakarta menolak banding dan tetap menguatkan putusan PN Tipikor. Tidak puas dengan hasil banding, Karen kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung pada 19 September 2024, sementara KPK juga mengajukan kasasi pada 17 September 2024 untuk menuntut hukuman yang lebih berat.

Putusan Akhir: Hukuman Bertambah Berat

Pada 28 Februari 2025, Mahkamah Agung akhirnya mengetuk palu dengan menolak kasasi Karen dan justru memperberat hukumannya menjadi 13 tahun penjara. Putusan ini sekaligus menegaskan bahwa Mahkamah Agung sejalan dengan upaya KPK dalam memberantas korupsi di sektor energi nasional.

Kasus ini menjadi salah satu contoh besar bagaimana tindak pidana korupsi di sektor energi dapat berdampak luas terhadap perekonomian negara. Dengan vonis ini, diharapkan menjadi preseden bagi pejabat lain agar lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya nasional.

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...