Menuju Tata Kelola Tambang yang Lebih Baik, Justitia Gelar Program Pengempangan Profesi Bersama PERKHAPPI

12 April 2025 | 68

Mediajustitia.com – Justitia Training Center bekerja sama dengan Perkumpulan Konsultan Hukum dan Pengacara Pertambangan Indonesia (PERKHAPPI) sukses menyelenggarakan Program Pengempangan Profesi (PPP) Online dengan tema “Dari Konsesi ke Hilirisasi: Transformasi Hukum Pertambangan di Indonesia” secara daring pada Sabtu (12/04/25).

Diskusi yang digelar pada Sabtu, 12 April 2025 pukul 10.00 WIB ini menghadirkan narasumber utama  Dr. Y Sulistyohadi, S.T., M.Si (Inspektur Tambang Ahli Madya KESDM) serta diawali dengan keynote Speech oleh Prof. Dr. Faisal Santiago, S.H., M.M. selaku Ketua Umum DPN PERKHAPPI. Acara ini dipandu oleh Della Savelya, S.H., C.Med., yang bertindak sebagai moderator.

Prof. Dr. Faisal Santiago, S.H., M.M. selaku Ketua Umum DPN PERKHAPPI, membuka kegiatan ini dengan menuturkan bahwa terdapat perkembangan terbaru di dunia pertambangan yang akan disampaikan oleh narasumber dalam kegiatan tersebut. Peserta juga diberi kesempatan untuk bertanya dan berdiskusi secara aktif, terutama terkait hal-hal yang belum mereka ketahui atau butuh penjelasan lebih lanjut. Kegiatan ini berlangsung selama dua jam dan menghadirkan narasumber yang kompeten di bidangnya.

“pada saat ini. Tentu nanti informasi-informasi terbaru akan disampaikan oleh narasumber kita dan saya harapkan juga para peserta untuk aktif bertanya kepada narasumber mengenai hal-hal yang memang belum diketahui atau ingin mendapatkan pencerahan kembali.” jelasnya. 

Prof. Dr. Faisal Santiago, S.H., M.M. selaku Ketua Umum DPN PERKHAPPI

Prof. Dr. Faisal Santiago, juga berharap diskusi ini Diharapkan kegiatan ini dapat memberikan manfaat, menambah pemahaman, serta mendorong anggota PERKHAPPI untuk lebih mengenal kondisi dunia pertambangan saat ini. Narasumber akan menyampaikan berbagai informasi terbaru, dan peserta diharapkan aktif berdiskusi untuk menggali pengetahuan lebih dalam. Semoga kegiatan selama dua jam ke depan membawa ilmu yang bermanfaat bagi semua peserta.

Sejalan dengan hal tersebut,   Bapak Dr. Y Sulistyohadi, S.T., M.Si. juga menuturkan bahwa topik kali ini menarik perhatiannya. Terlebih, perjalanan sejarah dan dinamika hukum pertambangan di Indonesia, dimulai dari era Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 yang mengatur kontrak karya dan PKP2B, hingga masa Reformasi 1998 yang mendorong desentralisasi kekuasaan ke pemerintah daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Dalam konteks ini, kewenangan perizinan pertambangan yang sebelumnya dipegang pemerintah pusat dilimpahkan ke pemerintah daerah, termasuk kabupaten dan kota. Namun, pelaksanaan otonomi ini menghadapi berbagai tantangan, seperti ketidaktertiban pelaporan data izin tambang oleh daerah, tumpang tindih izin, dan lemahnya koordinasi antara kementerian ESDM dan Kementerian Dalam Negeri. Akibatnya, muncul gap dalam manajemen pertambangan dan perlunya reformasi, yang diwujudkan melalui Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara tahun 2009 dan perubahannya setelah 2010, untuk memperbaiki tata kelola dan pengelolaan sumber daya alam secara lebih terintegrasi.

Dr. Y Sulistyohadi, S.T., M.Si (Inspektur Tambang Ahli Madya KESDM) selaku Narasumber

Pada pokoknya,  Bapak Dr. Y Sulistyohadi, S.T., M.Si. menyampaikan bahwa perubahan sistem tata kelola pertambangan di Indonesia, khususnya transisi dari rezim kuasa pertambangan menjadi rezim perizinan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Sebelumnya, pemerintah daerah kabupaten memiliki kewenangan penuh dalam pemberian izin tambang, namun hal tersebut diubah melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, yang menarik kembali kewenangan tersebut ke tingkat provinsi. Di sisi lain, Undang-Undang 4/2009 mengganti sistem kontrak karya dan kuasa pertambangan dengan sistem izin usaha pertambangan (IUP), karena kontrak dianggap tidak seimbang secara hukum antara negara dan pihak swasta. Rezim izin ini memunculkan beberapa jenis IUP, seperti IUP biasa, IUP khusus (termasuk untuk pengolahan dan pemurnian atau smelter), serta IUP untuk perdagangan. Untuk pertambangan rakyat, izin tidak bisa langsung diterbitkan tanpa terlebih dahulu menetapkan wilayah khusus. Perubahan ini juga mengakibatkan lonjakan penerbitan izin oleh kepala daerah, yang dikenal sebagai “booming izin,” karena banyaknya permohonan yang diproses pasca perubahan regulasi.

“Sistem tata kelola pertambangan di Indonesia mengalami perubahan besar, terutama setelah transisi dari rezim kuasa pertambangan ke rezim perizinan melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Sebelumnya, kabupaten punya kewenangan penuh soal izin tambang, tapi itu ditarik ke tingkat provinsi lewat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Di sisi lain, kontrak karya dan kuasa pertambangan digantikan dengan sistem IUP karena dianggap tidak seimbang antara negara dan swasta. Nah, sejak itu muncul berbagai jenis IUP termasuk untuk smelter dan perdagangan, bahkan untuk tambang rakyat pun harus ada penetapan wilayah dulu, dan ini sempat bikin booming izin karena banyaknya permohonan yang masuk.” Jelasnya. 

Diikuti 62 peserta, kegiatan ditutup dengan sesi tanya jawab dan informasi bahwasanya Justitia Training Center akan menyelenggarakan Pelatihan dan Sertifikasi Konsultan Hukum Pertambangan pada 23 s.d 27 April 2025 mendatang.

Informasi mengenai pendaftaran pelatihan dan sertifikasi angkatan selanjutnya dapat menghubungi +62 811-1021-127 (Friza) atau +62 811-1492-669 (Eva).

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...