MediaJustitia.com: Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly digugat secara perdata ke Pengadilan Negeri Surakarta terkait narapidana asimilasi yang kembali berulah melakukan tindak pidana setelah mendapatkan kebebasan.
Gugatan diajukan oleh Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen, serta Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI).
Dimana para Penggugat melayangkan gugatannya kepada Kepala Rutan Kelas I A Surakarta, Jawa Tengah, sebagai tergugat I, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jateng sebagai tergugat II, serta Menteri Hukum dan HAM sebagai tergugat III.
Ketua Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997 Boyamin Saiman meyoroti mengenai persyaratan narapidana yang dilepas dalam kebijakan tersebut, sebagai berikut. Pertama, berkelakuan baik berdasar tidak ada catatan pernah melanggar selama dalam lapas. Syarat kedua, membuat surat pernyataan tidak akan melakukan kejahatan lagi.
Boyamin menilai persyaratan itu dianggap kurang tepat karena tidak menyertakan psikotes sebagai salah satu pertimbangan pembebasan narapidana. Selain itu, para tergugat dianggap tidak berhati-hati dan tidak mengawasi para napi sehingga ada yang kembali berbuat kejahatan.
“Nah materi gugatan adalah Para Tergugat salah hanya menerapkan syarat tersebut secara sederhana, tanpa meneliti secara mendalam watak napi dengan psikotes sehingga hasilnya napi berbuat jahat lagi. Jadi yang dipersalahkan adalah teledor, tidak hati-hati dan melanggar prinsip pembinaan saat memutuskan Napi asimilasi,” kata Boyamin, melalui DetikNews pada Minggu (26/4/2020).
Boyamin mengatakan Kepala Rutan Kelas I A Surakarta digugat karena melepaskan napi diduga secara tidak memenuhi syarat dan tidak melakukan pengawasan sehingga napi tersebut melakukan kejahatan di masyarakat. Selain itu, Kakanwil Kemenkum HAM Jateng digugat karena mengizinkan Karutan Surakarta melepaskan napi Rutan Surakarta serta mengizinkan dan melepaskan napi seluruh Jateng tapi tidak melakukan pengawasan sehingga kemudian berbuat jahat di Solo.
Sementara itu, Yasonna digugat karena memerintahkan dan mengizinkan Kakanwil Jateng mengizinkan Karutan Solo melepaskan napi dari Rutan Solo. Selain itu, Yasonna mengizinkan dan memerintahkan Kakanwil Kemenkumham Jateng melepaskan napi seluruh Jateng yang kemudian melakukan kejahatan di Solo.
“(Menkum HAM) mengizinkan dan memerintahkan keluar napi seluruh Indonesia dan tidak melakukan pengawasan yang kemudian napi tersebut datang ke Solo dan melakukan kejahatan di Solo,” ucapnya.
Ia berharap, jika gugatannya dikabulkan, akan berlaku juga penghentian program asimilasi untuk secara nasional. “Karena gugatan di Solo, maka fokus yang Solo. Toh, kalau dikabulkan otomatis akan berlaku di seluruh Indonesia.”
Gugatan itu didaftarkan pada Kamis, 23 April 2020. Pada petitumnya, Yasonna diminta menghentikan program asimilasi sebagaimana Peraturan Menkum HAM nomor 10/2020 tentang syarat pemberian asimilasi dan hak integrasi bagi narapidana dan anak dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19.