MediaJustitia.com: Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama GNLD Siberkreasi selenggarakan acara Obral Obrol Literasi (OOTD) Ngabuburit bertajuk “Oversharing di Media Sosial, Yes or No?” dengan tujuan untuk mengimbau pengguna media sosial (medsos) diminta tidak berlebihan dalam membagikan data dan informasi di dunia maya. Sebab hal itu dapat memicu terjadinya pencurian data pribadi dan kejahatan siber.
Dalam hal ini, Psikolog Klinis Liza Marielly Djaprie menjelaskan alasan di balik perilaku membagikan data berlebihan atau oversharing berasal pada emosi pribadi masing-masing. Pertama, peran emosi mendorong seseorang untuk membagikan sesuatu. Kedua, peran status yang berusaha untuk memperlihatkan citra diri tertentu kepada khalayak umum.
“Dua hal tersebut kenapa individu menjadi oversharing karena itu emosinya lagi meletup-letup banget atau yang kedua karena looking for status tadi,” jelasnya, Jumat (24/3/2023).
Liza menambahkan, bagaimanapun sikap berbagi memang menjadi watak manusia sebagai makhluk psikologis yang ingin agar terhubung dengan dunia luar. Namun, ia menyarankan untuk memikirkan ulang motivasi di balik sikap oversharing, terutama yang berbuah kontroversi.
“Sebelum jempolnya bergerak (mengetik sesuatu), ditanyakan dulu why I want to post this? Mungkin itu pertanyaan terpenting yang harus kita instropeksi sebelum kita post,” ujar Liza.
Pegiat literasi digital Indriyatno Banyumurti menjelaskan batas antara publik dan pribadi menjadi tidak jelas, sehingga sebagian orang oversharing di media sosial. Selain itu, ia menjelaskan ada risiko pencurian data pribadi yang muncul dari perilaku berbagi berlebihan.
“Jadi risikonya kita bisa mendapatkan kemungkinan untuk menjadi korban kejahatan siber,” katanya.
Indriyatno membagikan prinsip agar terhindar dari prilaku oversharing, yaitu bijak selama beraktivitas online dan berpikir atau berhenti sebelum berbagi informasi atau pause before posting. Selain itu, memposisikan diri sebagai orang lain yang akan melihat informasi yang akan kita bagikan. Dengan cara ini, seseorang dapat memahami lebih jelas apa yang harus dibagikan atau tidak.
Sebagai pembuat konten dan juga Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Kreativitas Siberkreasi Edho Zell, membagikan langkah-langkah bagaimana membuat dan membagikan konten yang berkualitas, sehingga terhindar dari oversharing.
“Hal pertama yang bisa dilakukan ialah menemukan ketertarikan pribadi yang nantinya bisa menjadi konsep dari konten yang rutin. Kemudian, fokus pada konten yang bermanfaat daripada informasi pribadi terutama yang sensitif akan kejahatan siber,” katanya.
Kalaupun menjadi vlogger yang membagikan kegiatan sehari-hari, Edho Zell mengingatkan ada rambu-rambu yang harus ditaati. Di samping itu, cara berkomunikasi dan mempresentasikan konten juga berpengaruh pada reaksi-reaksi negatif dari audiens.
Di Indonesia sendiri sebenarnya sudah ada pengaturan mengenai kejahatan siber yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), bagian mengatur yurisdiksi yang bagian ke-2 mencakup dasar teritorial subjektif bagi setiap orang melakukan kejahatan siber dan dikualifikasi berbahaya di Indonesia.
Namun, lebih lanjut mengenai pencurian data pribadi juga sudah dikeluarkan peraturan yakni Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi.
Baca Juga: RUU PDP Resmi Disahkan Jadi UU PDP!
Artikel ini telah terbit sebagian di SINDOnews.com