Mediajustitia.com – Jaksa Agung ST Burhanuddin kembali membahas aksi pengepungan Brimob di Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) yang dianggap sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian dari isu lainnya. Hal tersebut disampaikan oleh Jaksa Agung saat menjawab pertanyaan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan anggota Komisi III DPR pada Rabu, 13 November 2024.
Dalam kesempatan itu, Jaksa Agung banyak ditanya mengenai kegagalannya dalam mengusut kasus PT Timah, termasuk dugaan korupsi impor gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong). Kasus tersebut dianggap memiliki unsur politis, yang semakin memperkeruh situasi.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, mempertanyakan alasan Jaksa Agung mengungkit kembali masalah pengepungan Brimob, yang menurutnya sudah diselesaikan di tingkat pimpinan tanpa adanya tuntutan dari pihak-pihak terkait. Sugeng menilai bahwa langkah tersebut merupakan upaya untuk mengalihkan perhatian dari penyidikan kasus PT Timah yang tidak menunjukkan perkembangan signifikan.
Sugeng menyampaikan, “Kasus ini awalnya sangat gegap gempita, dengan klaim kerugian mencapai Rp300 triliun. Namun, hingga kini tidak ada perkembangan yang jelas,” ungkapnya.
Kejaksaan Agung sendiri, menurut Sugeng, terkesan hanya bertindak sensasional. Ia mencatat bahwa hukuman yang dijatuhkan kepada para tersangka, kebanyakan hanya berupa hukuman penjara dua hingga tiga tahun, yang dianggapnya tidak sesuai dengan harapan.
Hal ini menambah kekecewaan publik dan memunculkan pertanyaan dari Komisi III DPR mengenai efektivitas penegakan hukum yang dilakukan Kejagung.
Lebih lanjut, Sugeng juga menyoroti langkah Jaksa Agung yang malah menyalahkan Brimob Polri atas pengepungan yang terjadi, dengan alasan bahwa penyidikan menjadi lemah akibat kejadian tersebut. Menurutnya, Jaksa Agung hanya mencari alasan untuk menutupi kekurangan dalam penanganan kasus.
Sugeng juga mengingatkan bahwa pengusutan kasus korupsi PT Timah sebenarnya adalah kewenangan Bareskrim Polri, karena kasus ini berkaitan dengan tindak pidana pertambangan yang diatur dalam UU Pertambangan. Oleh karena itu, penyidikan seharusnya dilakukan oleh Bareskrim, baru kemudian dikembangkan jika ada indikasi korupsi.
IPW mencatat adanya konflik kewenangan antara lembaga-lembaga yang terlibat. Hal ini disebabkan oleh Kejaksaan Agung yang dianggap telah “lompat pagar” dengan mengambil alih penyidikan kasus yang seharusnya menjadi tanggung jawab Bareskrim.
Sugeng menyebutkan, “Proses yang seharusnya dilakukan adalah penyidikan kasus pertambangan terlebih dahulu. Baru setelah itu, jika ada bukti korupsi, baru dilakukan pengembangan.”
Perebutan kewenangan antar lembaga ini menambah ketegangan, yang bahkan melibatkan pengintaian oleh Brimob. Meskipun demikian, Sugeng tidak bisa memastikan apakah pengepungan yang disebutkan oleh Jaksa Agung benar-benar terjadi atau tidak.
Dengan demikian, pernyataan Jaksa Agung yang mengungkit kembali masalah pengepungan Brimob semakin mempertegas adanya ketidakpastian dan konflik dalam penanganan kasus-kasus besar di Kejaksaan Agung, sementara pengusutan kasus PT Timah dan dugaan korupsi lainnya semakin dipertanyakan.
Berita ini telah terbit di sindonews.com