Mediajustitia.com: Penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini memeriksa Staf Khusus Presiden, Heru Lelono, sebagai saksi dalam kasus dugaan pencucian uang yang melibatkan Sekretaris Mahkamah Agung yang non-aktif, Hasbi Hasan.
Pemeriksaan tersebut dilakukan di Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Bali pada hari Rabu, 6 Maret, dan mencoba mengungkap keterlibatan Heru Lelono terkait penggunaan dana dari tersangka Hasbi Hasan untuk pembelian aset bernilai ekonomis.
“Heru Lelono, yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi, antara lain kaitan dugaan adanya penggunaan uang dari tersangka HH untuk pembelian aset bernilai ekonomis,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Ali menyatakan bahwa Heru Lelono telah dikonfirmasi terkait dugaan penggunaan uang dari Hasbi Hasan untuk pembelian aset tersebut. Namun, Ali tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai aset-aset yang diduga terkait dalam kasus pencucian uang tersebut.
Langkah KPK untuk menyelidiki kasus dugaan pencucian uang ini muncul setelah pengumuman pada hari Selasa, 5 Maret, yang mengindikasikan dimulainya penyidikan terkait kasus suap yang melibatkan Sekretaris Mahkamah Agung non-aktif, Hasbi Hasan.
Ali Fikri menekankan bahwa proses penyidikan yang dilakukan oleh KPK memiliki potensi untuk berkembang, dan penambahan pasal-pasal dari perundang-undangan lain.
“Proses penyidikan perkara yang dilakukan oleh KPK pasti dapat mengembangkan pada potensi untuk dapat ditambahkan
Dalam pernyataannya sebelumnya, Ali menjelaskan, “Proses penyidikan yang dilakukan oleh KPK pasti dapat mengembangkan pada potensi untuk dapat ditambahkan. Kami juga ingin menyiapkan pasal-pasal dari perundang-undangan lain dalam konteks perkara yang menjadi kewenangan KPK, tentu TPPU.”
Hasbi Hasan, yang kini non-aktif sebagai Sekretaris Mahkamah Agung, didakwa menerima suap untuk mengurus gugatan perkara kepailitan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) tingkat kasasi dengan tujuan memenangkan debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka sebesar Rp11,2 miliar.
Dalam dakwaan tersebut, Heryanto Tanaka meminta bantuan kepada Dadan Tri Yudianto (DTY) untuk meminta bantuan kepada Hasbi Hasan dalam mengurus perkara kasasi yang tengah berlangsung di MA. Semua bermula dari kekalahan Heryanto Tanaka dalam menggugat ketua KSP Budiman Gandi Suparman di Pengadilan Negeri Semarang dengan nomor putusan 489/Pid.B/2021/PN SMG.
Heryanto kemudian mengajukan banding ke MA dan meminta DTY untuk mencarikan seseorang yang bisa memenangkan perkaranya di MA. DTY menyetujui dan menghubungi Hasbi Hasan untuk membicarakan perkara tersebut. Pertemuan mereka terjadi pada bulan Maret 2022 di kantor Hasbi.
Setelah pertemuan itu, DTY kembali berkomunikasi dengan Heryanto untuk membicarakan biaya pengurusan perkara. Awalnya, DTY meminta uang sebesar Rp15 miliar, tetapi Heryanto tidak mampu memenuhi permintaan tersebut. “Heryanto Tanaka menyetujui untuk menyerahkan biaya pengurusan perkara kepada terdakwa melalui Dadan Tri Yudianto sebesar Rp11,2 miliar,” kata jaksa saat membacakan dakwaan.
Uang tersebut kemudian diterima oleh DTY dan diserahkan kepada Hasbi Hasan sebesar Rp3 miliar untuk mengurus perkara tersebut. Atas perbuatannya, Hasbi Hasan didakwa dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan/atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kasus ini menunjukkan upaya berkelanjutan lembaga penegak hukum dalam memerangi korupsi dan menjamin akuntabilitas di tingkat pemerintahan tertinggi.