Revisi UU TNI Disahkan, Menuai Pro Kontra dan Gugatan ke MK

25 March 2025 | 689

Mediajustitia.com – Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi Undang-Undang. Keputusan ini diambil dalam Rapat Paripurna DPR pada Rabu (19/3/2025) dan disepakati secara bulat.

Namun, pengesahan UU TNI tersebut mendapat penolakan keras dari berbagai lapisan masyarakat. Demonstrasi terjadi sebagai bentuk reaksi atas kekhawatiran masyarakat terhadap aturan baru ini, terutama terkait dengan potensi kembalinya dwifungsi TNI akibat perluasan peran militer dalam jabatan sipil. Dari yang sebelumnya hanya diperbolehkan mengisi 10 jabatan, kini bertambah menjadi 14 jabatan sipil.

Menanggapi polemik yang berkembang, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa pihak-pihak yang masih keberatan dapat menempuh jalur judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Supratman menegaskan bahwa pengujian Undang-Undang merupakan hak konstitusional setiap warga negara.

“Biarkan dia akan diuji, apakah benar bahwa kekhawatiran itu memang sesuatu yang mendasar untuk dilakukan atau tidak,” ujar Supratman dalam keterangannya, Jumat (21/3/2025). Ia menambahkan bahwa UU TNI yang baru ini harus diberikan kesempatan untuk dijalankan terlebih dahulu sebelum dinilai lebih lanjut.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Laksono, menanggapi munculnya gugatan judicial review terhadap UU TNI yang diajukan ke MK pada Sabtu (22/3/2025). Menurut Dave, pengajuan gugatan tersebut merupakan hak warga negara yang dilindungi oleh konstitusi.

“Itu kan hak warga yang dilindungi dalam konstitusi,” kata Dave, Minggu (23/3/2025). Ia juga menegaskan bahwa proses pembahasan UU TNI di DPR telah melibatkan partisipasi publik sesuai dengan amanat putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Gugatan uji materi terhadap UU TNI telah resmi didaftarkan di MK dengan nomor perkara 48/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025. Para pemohon gugatan terdiri dari tujuh individu yang menyatakan bahwa revisi UU TNI mengandung ketentuan yang berpotensi merugikan masyarakat sipil dan bertentangan dengan prinsip demokrasi.

Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, sebelumnya telah menegaskan bahwa pembahasan revisi UU TNI dilakukan secara transparan dan melibatkan berbagai pihak, termasuk akademisi, pakar, organisasi masyarakat sipil, serta pejabat terkait seperti Menteri Pertahanan, Menteri Hukum, Menteri Sekretariat Negara, Menteri Keuangan, dan Panglima TNI.

“Pelaksanaan meaningful participation dilakukan melalui rapat dengar pendapat umum (RDPU) pada tanggal 3, 4, 10, dan 18 Maret 2025. Tujuannya untuk mendapat masukan terhadap substansi revisi UU TNI,” ujar Utut.

Dengan adanya judicial review yang diajukan ke MK, polemik terkait revisi UU TNI masih akan terus berlanjut. Kini, publik menantikan bagaimana putusan MK dalam menguji konstitusionalitas dari Undang-Undang yang baru disahkan ini.

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...