RUU TPKS Disahkan : Ada Poin Apa Saja?

13 April 2022 | 18
ANTARA FOTO/Galih Pradipta

MediaJustitia.com: Selasa (12/4), pada Rapat Paripurna DPR ke-19 masa sidang IV tahun sidang 2021-2022, RUU TPKS disahkan menjadi UU TPKS. Rapat tersebut dihadiri 311 anggota dewan, dengan rincian 51 orang hadir secara fisik dan 225 orang hadir secara virtual. Sedangkan, sebanyak 51 anggota dewan tak masuk karena izin.

“Apakah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual disahkan menjadi undang-undang?” ujar Ketua DPR Puan Maharani dalam rapat yang langsung dijawab setuju serentak oleh peserta rapat.

UU ini sudah melewati perjalanan panjang sejak digagas 10 tahun lalu. RUU ini awalnya bernama RUU Pencegahan Kekerasan Seksual. Namun dalam perjalanannya RUU ini berubah nama menjadi RUU TPKS.

RUU ini juga sudah beberapa kali masuk Prolegnas. Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan pernah turut mendorong agar RUU TPKS segera disahkan.

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS, Willy Aditya mengatakan, RUU TPKS terdiri dari 93 pasal dan 12 bab yang di dalamnya memuat sembilan jenis kekerasan seksual. Dia menyebut RUU TPKS akan memberi perlindungan bagi korban dan payung hukum bagi aparat penegak hukum yang tidak diatur dalam KUHP.

“Ini adalah kehadiran negara bagaimana memberikan rasa keadilan dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual yangg selama ini kita sebut fenomena gunung es,” kata Willy dalam sambutannya di Paripurna.

Sementara itu, tindakan pemerkosaan dan pemaksaan aborsi tidak diatur dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang baru disahkan oleh DPR. Pemerintah selaku pengusul RUU TPKS menyatakan pemerkosaan dan pemaksaan aborsi akan diatur dalam RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Poin-poin penting dalam UU TPKS
Penanganan kekerasan seksual berorientasi korban
Pasal 3 UU TPKS mengatur soal substansi dalam UU tersebut. Di dalamnya antara lain menyebutkan, substansi UU TPKS adalah untuk mencegah kekerasan seksual; menangani hingga memulihkan korban; mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual; dan menjamin kekerasan seksual tak berulang. Menurut Maidina, sejumlah substansi itu merupakan hal baru karena tak dibahas dalam UU lain, termasuk KUHP.


UU TPKS menjangkau penanganan kekerasan seksual dalam UU lain

Sebelumnya, penanganan kasus kekerasan seksual diatur atau tersebar dalam sejumlah UU. Masing-masing yakni, UHP, UU Perlindungan Anak, UU PKDRT, UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTTPO) dan UU Pornografi. Kini, semua pengaturan terkait kasus tindak pidana kekerasan seksual yang tersebar dalam sejumlah UU tersebut juga diatur UU TPKS. Bahkan, beberapa pasal dalam UU TPKS juga memperbarui pasal-pasal yang ada di UU sebelumnya.


Kemudahan pelaporan

Korban atau siapapun yang mengetahui atau melihat kekerasan seksual bisa melaporkannya ke UPTD PPA, lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat, termasuk kepolisian. Kemudian pada pasal 42 disebutkan, dalam waktu 1×24 jam, pelapor atau korban berhak menerima perlindungan oleh aparat kepolisian. Selama kurun waktu itu, polisi berhak membatasi gerak pelaku, baik membatasi atau menjauhkan korban dengan pelaku maupun hak lain. Selanjutnya, sejak perlindungan sementara kepolisian wajib mengajukan permintaan perlindungan kepada LPSK.


Hak perlindungan hingga pemulihan korban
Dalam pasal 67, korban kekerasan seksual memiliki tiga hak, meliputi hak atas penanganan; hak atas perlindungan; dan hak atas pemulihan. Pemenuhan atas hak tersebut merupakan kewajiban negara sesuai kondisi dan kebutuhan korban. Hak atas penanganan misalnya, mendapat dokumen hasil penanganan, layanan hukum, penguatan psikologis, perawatan medis, hingga hak untuk menghapus konten seksual berbasis elektronik yang menyangkut korban.

Kemudian hak perlindungan meliputi, kerahasiaan identitas, tindakan merendahkan oleh aparat yang menangani kasus, hingga perlindungan atas kehilangan pekerjaan, mutasi, pendidikan, hingga akses politik.


Dana restitusi bagi korban
Pasal 30 UU TPKS mengatur soal hak restitusi atau ganti kerugian yang didapat korban kekerasan seksual. Dana restitusi diberikan atas putusan hakim yang menetapkan pelaku bersalah. Nantinya, penyidik dapat melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan pelaku kekerasan seksual atas izin pengadilan negeri setempat. Namun, restitusi dapat dikembalikan jika perkara tidak jadi dituntut karena tak cukup bukti.

“Berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terdakwa diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum,” demikian bunyi poin b pasal 32.

 

Draf RUU TPKS PDF bisa diunduh melalui link berikut ini: Download RUU TPKS

Artikel ini telah terbit di CNNIndonesia

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...