Salah Gusur di Bekasi, Menteri ATR/BPN: Lima Rumah Ini Tidak Bersengketa

10 February 2025 | 250

Mediajustitia.com – Eksekusi pengosongan lahan di Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, menuai kontroversi. Lima rumah warga yang seharusnya tidak termasuk dalam area sengketa ikut tergusur dalam proses eksekusi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II pada 30 Januari 2025. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan bahwa eksekusi ini tidak sesuai prosedur dan menyalahi aturan hukum yang berlaku.

Saat meninjau lokasi pada Jumat, 7 Februari 2025, Nusron memastikan bahwa kelima rumah yang digusur berada di luar peta objek sengkat yang diajukan oleh penggugat, Mimi Jamilah, dalam gugatan kepemilikan lahan sejak 1996. Rumah-rumah tersebut adalah milik Asmawati, Mursiti, Siti Muhijah, Yeldi, serta sebuah bangunan milik Bank Perumahan Rakyat (BPR), yang terletak di Kampung Bulu, Jalan Bekasi Timur Permai, RT 1/RW 11, Desa Setia Mekar.

“Setelah kami cek, lima lokasi tanah ini ternyata di luar peta dari objek yang disengketakan,” ujar Nusron.

Lebih lanjut, Nusron mengkritik proses eksekusi yang dilakukan oleh pengadilan karena tidak melalui tiga tahapan procedural yang wajib dipenuhi sebelum penggusuran dilakukan. Pertama, eksekusi hanya dapat dilakukan jika sertifikat tanah milik warga tergugat telah dibatalkan oleh BPN, yang dalam kasus ini tidak pernah terjadi. “Di dalam putusan itu belum ada perintah kepada ATR/BPN untuk membatalkan sertifikatnya. Seharusnya ada perintah pengadilan terlebih dahulu,” jelasnya.

Kedua, sebelum eksekusi dilakukan, pengadilan seharusnya mengajukan permintaan kepada BPN untuk melakukan pengukuran lahan. Hal ini bertujuan memastikan bahwa objek sengketa yang dieksekusi benar-benar sesuai dengan putusan hukum. Namun, dalam kasus ini, pengukuran lahan tidak dilakukan sebelum eksekusi.

Ketiga, pengadilan seharusnya mengirimkan surat pemberitahuan kepada BPN terkait pelaksanaan eksekusi. “Tiga prosedur ini tidak dilalui dengan baik oleh pengadilan,” tegas Nusron.

Akibat kesalahan prosedural ini, Nusron menegaskan bahwa SHM yang dimiliki warga tetap sah meskipun penggugat telah memenangkan perkara hingga tingkat Mahkamah Agung. “Mereka ini korban. Mereka beli tanah dari pihak yang sah, mengeluarkan uang, dan sertifikat mereka sah meskipun ada putusan pengadilan,” katanya.

Kesalahan dalam menentukan batas eksekusi lahan telah menyebabkan lima rumah yang tidak termasuk dalam sengketa ikut digusur. Berdasarkan data Kementerian ATR/BPN, kelima rumah tersebut tidak berada dalam bidang tanah yang disengketakan. “Kalau dilihat dari data ini, tanah ini berada di luar sengketa,” ungkap Nusron.

Sebagai bentuk empati dan tanggung jawab moral, Nusron berjanji memberikan bantuan kepada warga yang terdampak. “Sebagai bukti empati dan komitmen kami kepada ibu-ibu korban penggusuran, dari saya pribadi nanti akan kami bantu masing-masing Rp 25 juta,” ujarnya.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan menegaskan pentingnya ketelitian dalam proses eksekusi lahan oleh pengadilan agar tidak terjadi kasus salah gusur yang merugikan warga. Nusron berharap kejadian serupa tidak terulang dan pengadilan dapat lebih berhati-hati dalam menjalankan prosedur hukum terkait eksekusi lahan di masa mendatang.

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...