Soal Gugatan Perppu Corona, Jokowi Dipanggil MK

17 May 2020 | 4
Presiden Joko Widodo diminta menghadiri sidang gugatan Perppu Corona di MK pada Rabu (20/5) pekan depan. (Foto: Dok. Biro Sekretariat Presiden/Muchlis)

MediaJustitia.com: Mahkamah Konstitusi (MK) memanggil Presiden Joko Widodo untuk menghadiri sidang pleno di MK terkait uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.

Rencananya sidang pleno akan digelar di Ruang Sidang Pleno Gedung MK pada Rabu (20/5) pukul 10.00 WIB dengan agenda mendengarkan penjelasan DPR serta keterangan dari Presiden.

“Para pihak, saksi, dan ahli wajib hadir memenuhi panggilan Mahkamah Konstitusi,” demikian bunyi surat panggilan yang ditandatangani Panitera Muhidin pada Jumat (15/5).

Sidang akan dilaksanakan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan seperti wajiba memakai masker, sarung tangan, cek suhu badan, dan menjaga jarak fisik. Hal tersebut dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19. Pun kehadiran para pihak dalam ruang sidang dibatasi yakni maksimal lima orang.

Sidang pleno ini membahas gugatan perkara nomor 24/PUU-XVIII/2020 yang diajukan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) bersama Yayasan Mega Bintang 1997, LP3HI, KEMAKI, dan LBH PEKA.

Sebelumnya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman membacakan permohonan uji materi dengan mengatakan bahwa Pasal 27 Perppu 1/2020 dapat membuat pejabat seperti manusia setengah dewa lantaran tidak bisa dituntut dan dipidana. Menurutnya, kekebalan hukum yang diperoleh pejabat melalui pasal tersebut mencederai rasa keadilan masyarakat.

“Ketentuan a quo akan menjadikan penguasa/pejabat menjadi manusia setengah dewa, otoriter, tidak demokratis, dan dijamin tidak khilaf atau salah,” kata Boyamin kala itu.

Pasal 27 Perppu 1/2020 terdiri dari tiga ayat. Soal imunitas hukum pejabat negara diatur pada ayat dua yang berbunyi:

Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Boyamin menilai, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

“Prinsip negara hukum adalah semua berdasar hukum, hukum untuk mencapai keadilan, sehingga semua proses hukum adalah terciptanya keadilan di masyarakat,” kata Boyamin.

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...