Sertifikat Halal pada Makanan dan Minuman

6 September 2022 | 270

MediaJustitia.com: Halo sobat justitia! Coba diingat-ingat, dari berbagai jenis makanan dan minuman yang kita konsumsi sehari-hari, apakah semua produk itu sudah mempunyai atau memiliki sertifikat halal?

Di Edukasi Hukum kali ini kita akan membahas mengenai sertifikat halal pada makanan dan minuman. Yuk simak selengkapnya!

Ketentuan tentang harus adanya keterangan/label halal dalam suatu produk tertuang dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU Produk Halal) yang beberapa ketentuannya juga telah diubah, dihapus, ataupun ditetapkan dalam UU Cipta Kerja. Produk Halal berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU Produk Halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.

Sesuai dengan bunyi Pasal 4 UU Produk Halal, produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Jadi, apabila suatu produk yang diedarkan mengklaim produknya halal, maka produk tersebut wajib memiliki sertifikat halal. Bagaimana sih cara mendapatkan sertifikat halal?

Untuk mendapat sertifikat halal, pelaku usaha akan mengajukan permohonan sertifikat halal yang wajib:

  1. Memberikan informasi secara benar, jelas, dan jujur;
  2. Memisahkan lokasi, tempat dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara produk halal dan tidak halal; 
  3. Memiliki penyelia halal; dan 
  4. Melaporkan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH.

Kemudian, apabila telah memperoleh sertifikat halal, pelaku usaha tersebut wajib:

  1. Mencantumkan label halal terhadap produk yang telah mendapat sertifikat halal; 
  2. Menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikat halal; 
  3. Memisahkan lokasi, tempat dan penyembelihan, alat pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara produk halal dan tidak halal; 
  4. Memperbarui sertifikat halal jika masa berlaku sertifikat halal berakhir; dan 
  5. Melaporkan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH.

Setelahnya, sertifikat halal tersebut harus dicantumkan pada:

  1. Kemasan produk; 
  2. Bagian tertentu dari produk; dan/atau 
  3. Tempat tertentu pada produk. 

Pencantuman label halal harus mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak.

Bagi pelaku usaha yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana yang sudah disebutkan tadi akan dikenai sanksi administratif.  Lebih lanjut, pelaku usaha yang tidak menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikat halal dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000. Lantas apa saja yang termasuk dalam bahan yang diharamkan menurut UU Produk Halal?

Terdapat 3 kategori bahan, antara lain:

  1. Bahan yang berasal dari hewan meliputi: bangkai, darah, babi, dan/atau hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat.
  2. Bahan yang berasal dari tumbuhan pada dasarnya halal, kecuali yang memabukkan dan/atau membahayakan kesehatan bagi orang yang mengonsumsinya.
  3. Bahan yang berasal dari mikroba dan bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, biologi, atau proses rekayasa genetik diharamkan jika proses pertumbuhan dan/atau pembuatannya tercampur, terkandung, dan/atau terkontaminasi dengan bahan yang diharamkan

Demikian Edukasi Hukum kali ini, semoga sobat justitia lebih memperhatikan hal-hal seperti halnya logo halal pada produk yang akan dikonsumsi. Simak Edukas Hukum lainnya hanya di www.mediajustitia.com.

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...