Apakah Perjanjian Lisan Dianggap Sah?

28 April 2023 | 3011

Pertanyaan: 

Halo Min Medjus! Kenalin saya Wowon, baru banget saya diputusin sama pacar saya min (sebut aja mawar). Waktu pacaran saya beli 2 (dua) bidang tanah atas nama Mawar, namun apabila kami tidak jadi menikah, mawar harus mengembalikan kedua tanah tersebut menjadi atas nama Wowon. Karena kami tidak jadi menikah saya meminta kembali tanah tersebut, namun mawar menolak dan mengancam membawa permasalahan ini ke pengadilan. Pertanyaan saya bisa gak min saya mengambil tanah saya walaupun gak ada perjanjian tertulis? Terima Kasih.

 

Jawaban:

Halo Sobat Justitia!

Terima Kasih atas Pertanyaannya!

Menjawab pertanyaan anda, kasus yang anda alami termasuk dalam perjanjian lisan.

Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.

Pada umumnya, perjanjian sesuai dengan bentuknya dibedakan atas:

  1. Perjanjian lisan, Perjanjian yang kesepakatan/klausul yang diperjanjikan disepakati oleh para pihak secara lisan.
  1. Perjanjian tertulis, Perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tertulis. Bentuk perjanjian tertulis dapat berupa akta di bawah tangan dan akta otentik.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata disebutkan 4 (empat) syarat syahnya perjanjian, yakni:

  1. Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya;
  2. Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan;
  3. Suatu hal tertentu; dan
  4. Suatu sebab (causa) yang halal.

Dari ketentuan syarat sahnya perjanjian diatas, tidak disebutkan perjanjian harus berbentuk tertulis. Dengan kata lain perjanjian yang dibuat tidak tertulis (secara lisan) merupakan perjanjian yang sah sepanjang terpenuhi syarat sahnya perjanjian sesuai Pasal 1320 KUHPerdata. Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata perjanjian lisan tetap mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya, pacta sun servanda (Pasal 1338 KUH Perdata).

Namun yang menjadi permasalahan perjanjian lisan, dalam pembuktian perkara perdata biasanya yang digunakan ialah alat bukti surat. Hal ini dalam ranah hukum perdata surat/akta digunakan untuk memudahkan pembuktian apabila terjadi sengketa antara para pihak. Sedangkan perjanjian lisan tidak dituangkan dalam bentuk surat/akta.   

Berdasarkan Pasal 1866 KUH Perdata dan Pasal 164 HIR perjanjian lisan dapat diterapkan alat bukti selain alat bukti surat. Alat bukti dalam hukum acara perdata diatur dalam Pasal 1866 KUH Perdata yakni, Bukti tulisan, Bukti dengan saksi, Persangkaan, Pengakuan, Sumpah. Pembuktian suatu perkara pidana. Kami mengasumsikan bahwa terdapat orang yang mengetahui perjanjian yang anda lakukan untuk menerangkan adanya perjanjian.

Apabila anda menggugat dengan mendalilkan adanya suatu perjanjian yang dilakukan secara lisan, maka anda dapat mendatangkan alat bukti saksi yang dapat menerangkan adanya perjanjian lisan tersebut. Batasan alat bukti yang dapat menerangkan suatu peristiwa hukum yaitu minimal dua orang saksi atau satu orang saksi disertai alat bukti lainnya seperti persangkaan, pengakuan maupun sumpah.

Demikian jawaban kami, semoga menjawab Sobat Justitia, ya!

Konsultasi Hukum

    banner-square

    Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

    View Results

    Loading ... Loading ...