Ulta Petita Putusan Kasus Pinangki dengan Vonis 10 Tahun Penjara

9 February 2021 | 12

MediaJustitia.com: Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta menghukum pidana penjara selama 10 tahun, denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Pinangki Sirna Malasari, jaksa fungsional pada Kejaksaan Agung RI karena dianggap bersalah melakukan tiga tindak pidana korupsi menerima suap, pencucian uang dan pemufakatan jahat.

Pinangki terbukti melakukan tiga dakwaan, yaitu pertamaa dakwaan terhadap subsider pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; kedua, pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang dan dakwaan ketiga subsider dari pasal 15 jo pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Terhadap dakwaan pertama, jaksa Pinangki dinilai terbukti menerima suap sebesar AS$500 ribu dari terpidana kasus “cessie” Bank Bali Djoko Tjandra. Dalam dakwaan kedua mengenai tindakan TPPU Pinangki dinilai terbukti melakukan pencucian uang senilai AS$375.279 atau setara Rp5,253 miliar. Dan dalam dakwaan ketiga mengenai Tipikor, Pinangki dinilai terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya, Anita Kolopaking dan Joko Tjandra untuk menjanjikan sesuatu berupa uang sejumlah AS$10 juta kepada pejabat di Kejagung dan MA untuk menggagalkan eksekusi Joko Tjandra selaku terpidana kasus “cessie” bank Bali dengan cara meminta fatwa MA melalui Kejaksaan Agung.

Putusan yang dijatuhkan hakim ini ulta petita dari tuntutan penuntut umum yang hanya meminta majelis menghukumnya dengan pidana penjara selama 4 tahun denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Setidaknya terdapat 6 pertimbangan memberatkan majelis hakim dalam kasus Pinangki ini:
Setidaknya ada 6 pertimbangan memberatkan majelis hakim sebelum memutuskan hal ini. Pertama, Pinangki merupakan seorang Aparat Penegak Hukum dengan jabatan sebagai jaksa. Kedua, perbuatannya membantu Joko Tjandra menghindari pelaksanaan PK adalah perkara cessie bank bali sebesar Rp94 miliar yang saat itu belum dijalani.

Ketiga, Pinangki menyangkal dan menutupi keterlibatan pihak-pihak lain yang terlibat, keempat, perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Dalam pemberatan kelima, Pinangki berbelit-belit dan tidak mengakui kesalahannya, dan terakhir ia menikmati hasil kejahatan yang dilakukan. Sementara pertimbangan meringankan dakwaan Pinangki diantaranya Pinangki berlaku sopan, merupakan tulang punggung keluarga serta belum pernah dihukum.

Dalam nota pembelaannya yang disampaikan Pinangki terutama terkait asal-usul uang dollar, Pinangki mengaku berasal dari peninggalan suami pertamanya. Akan tetapi Majelis Hakim berpendapat bahwa Pinangki tidak dapat dibuktikan, di samping itu uang peninggalan tidak dilaporkan LHKPN. Sehingga berdasarkan pertimbangan tersebut unsur menyamarkan asal-usul telah terpenuhi.

Adapun pencucian uang yang dilakukan Pinangki sebagai berikut:
1. Pembelian 1 unit mobil BMW X5 senilai Rp1,753 miliar dibeli secara tunai namun beberapa tahap
2. Pembayaran sewa Apartemen Trump International Hotel di Amerika Serikat pada 3 Desember sebesar Rp72 juta
3. Pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat yang bernama dokter Adam R Kohler sebesar Rp139,943 juta
4. Pembayaran dokter home care atas nama dr Olivia Santoso untuk perawatan kesehatan dan kecantikan serta rapid test sebesar Rp 166,780 juta.
5. Pembayaran kartu kredit di berbagai bank, Rp437 juta, Rp185 juta, Rp483,5 juta, Rp1,8 miliar
6. Pembayaran sewa apartemen The Pakubuwono Signature dari Februari 2020-Februari 2021 sebesar AS$68.900 atau setara Rp940,2 juta.
7. Pembayaran Sewa Apartemen Darmawangsa Essence senilai AS$38.400 atau setara Rp525,2 juta

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...