MediaJustitia.com: Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 18/PUU-XVII/2019 menyatakan bahwa penarikan barang leasing kepada kreditur tidak boleh dilakukan secara sepihak, melainkan perlu mengajukan permohonan pelaksaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri.
Dalam putusan tersebut, MK menyatakan bahwa Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial” dan frasa “sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
“Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri, melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri” Bunyi Putusan MK tertanggal 6 januari 2020.
Namun, perusahaan leasing tetap dapat melakukan eksekusi sendiri selama pihak debitur mengakui adanya wanprestasi.
“Sepanjang pemberi hak fidusia (debitur) telah mengakui adanya ‘cidera janji’ (wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi objek dalam perjanjian fidusia, maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima fidusia (kreditur) untuk dapat melakukan parate eksekusi (eksekusi sendiri)” Ujar MK.
Dalam kesempatan ini pun, Andriansyah Tiawarman K, S.H., M.H selaku Sekretaris Jenderal Perkumpulan Perancang dan Ahli Hukum Kontrak Indonesia (PAHKI) menyampaikan kepada MediaJustitia.com bahwa implikasi dari putusan MK ini akan berpotensi menimbulkan beban perkara baru di Pengadilan Negeri yang membuat dibutuhkan lebih banyak juru sita di setiap pengadilan.
“Putusan MK ini baik karena memberikan jaminan kenyaman bagi kreditur, akan tetapi berpotensi menimbulkan beban perkara baru bagi pengadilan negeri, kalau seluruhnya harus masuk ke pengadilan. Jadi menurut saya pengadilan negeri harus mempersiapkan diri menyikapi Putusan ini karena proses akan lebih panjang. Oleh karena itu diperlukan adanya pembaharuan mengenai Undang-undang Fidusia dalam pengaturan hal tersebut. Pada dasarnya antara debitur dan kreditur harus sama-sama memiliki iktikad baik dalam menjalan hal dan dan kewajiban masing-masing agar kepastian hukum bagi kedua belah pihak bsia tercapai” Ujar Andriansyah.
Membuat Perjanjian Leasing Tanpa Fidusia Pasca Putusan MK
Putusan MK yang menyatakan bahwa penarikan barang leasing kepada kreditur tidak boleh dilakukan secara sepihak, melainkan perlu mengajukan permohonan pelaksaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri ini tentunya akan menimbulkan dampak, salah satu dampak besar yang akan terjadi adalah terganggunya iklim bisnis disektor keuangan yang menggunakan jaminan kebendaan bergerak seperti fidusia. Dalam kasus seperti ini dibutuhkan pemahaman lebih mendalam mengenai penysunan perjanjian leasing yang tepat agar tidak menyalahi aturan hukum yang berlaku.
Oleh karena itu, Perkumpulan Perancang dan Ahli Hukum Kontrak Indonesia (PAHKI) akan menyelenggarakan Seminar Nasional dengan Tema “Kiat Membuat Perjanjian Leasing Tanpa Fidusia Pasca Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 pada Selasa, 11 Februari 2020 di Gedung Sarinah, Jakarta Pusat.
Acara ini langsung akan diisi oleh Ketua Umum PAHKI yaitu Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M., Ph.D., yang juga merupakan seorang Guru Besar Fakultas Hukum Indonesia.