Respon AKPI terhadap Wacana Moraturium Pengajuan Permohonan PKPU dan Kepailitan oleh Pemerintah

26 August 2021 | 22

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menggelar Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional (Rakerkornas) ke-31 secara daring, Selasa (24/8). Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani, menyampaikan bahwa Apindo meminta pemerintah untuk melakukan moratorium Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan pailit hingga 2025. Kekhawatiran akan adanya moral hazard dalam proses PKPU dan pailit di masa pandemi menjadi alasan utama di balik usulan Apindo tersebut. 

Hariyadi lebih lanjut mengatakan, “PKPU dan pailit ini meningkat selama pandemic, kami khawatir banyak pihak tertentu yang akan memanfaatkan celah UU Kepailitan untuk tujuan-tujuan yang kurang baik. Dan kami mohon lakukan moratorium PKPU dan pailit sejalan dengan permintaan kami ke OJK bisa di moratorium hingga 2025.”

Rupanya keluhan tersebut diamini oleh Menteri Koordinator dan Perekonomian, Airlangga Hartanto. Dalam acara yang sama Airlangga menegaskan pemerintah tengah membahas dan mengkaji aturan terkait usulan tersebut. Airlangga mengatakan pemerintah melihat adanya moral hazard dalam upaya PKPU dan pailit di masa pandemi, dan pemerintah berupaya untuk mengatasi hal tersebut.

Isu tersebut dijawab oleh Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI). Ketua Umum AKPI Jimmy Simanjuntak menjelaskan, ketika pemerintah mengambil keputusan tentang moratorium tersebut dilaksanakan sama saja dengan kemunduran berpikir bangsa ini.

Rencana moratorium tersebut dipandang sebagai jalan pintas yang tidak menyasar pada inti permasalahan. Padahal dalam praktiknya, UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) berperan besar dalam menyelamatkan dunia usaha dari ambang pailit. Meskipun pada beberapa sisi UU Kepailitan memiliki kelemahan, namun moratorium bukanlah sebuah jalan keluar yang tepat.

Jimmy meminta Presiden Jokowi untuk melihat UU Kepailitan dari berbagai aspek. UU Kepailitan adalah UU khusus yang tidak bisa digambarkan secara satu pihak. Banyak pihak yang terlibat dalam UU Kepailitan.

Menurut Jimmy, baik debitur maupun kreditur itu punya celah untuk berbuat curang. Banyak pula debitur yang tidak beritikad baik dalam melaksanakan kewajibannya. Sehingga aturan yang hanya memberikan kesempatan kepada debitur untuk mengajukan PKPU harus dipahami dengan baik oleh debitur. Dalam posisi ini debitur harus bisa bertanggung jawab dengan membuat proposal perdamaian yang baik dan bisa diterima oleh kreditur.

“Di sini challenging-nya, ketika hanya debitur yang bisa mengajukan PKPU, debitur harus punya iktikad baik lewat proposal perdamaian. Kalau memang Presiden mau menerbitkan Perppu dan itu memang hak Presiden, solusinya bukan moratorium. Jangan terbiasa bereaksi karena satu pihak. Pikirkan juga kreditur,” jelas Jimmy.

Sampai saat ini, AKPI belum memberikan masukan kepada pemerintah secara resmi. Namun demikian, dalam beberapa diskusi yang telah dilakukan oleh kurator dan pengurus, setidaknya ada tiga hal yang mungkin bisa dimasukkan ke dalam Perppu sambil menunggu UU Kepailitan selesai direvisi.

Pertama, menghapus aturan kreditur mengajukan PKPU dan pailit. Kedua, memberikan tenggang waktu kepada debitur untuk melunasi kewajibannya dari waktu jatuh tempo. Misalkan debitur diberikan waktu tiga hingga enam bulan dari waktu jatuh tempo untuk memenuhi kewajibannya. Dan ketiga adanya ambang minimum untuk mengajukan pailit.

“Dengan Perppu yang seperti ini tingkat laju PKPU dan pailit bisa ditekan. Dari AKPI belum ada masukan secara resmi kepada pemerintah, kita baru akan bahas pagi ini. Semoga besok sudah ada hasilnya,” papar Jimmy.

 

 

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...