Kembalian Dalam Bentuk Permen, Bolehkah?

6 September 2022 | 19

MediaJustitia.com: Pernahkah kamu berbelanja di swalayan dan mendapat kembalian berupa permen? Lantas sebenernya bolehkah kembalian diberikan dalam bentuk permen?

Di Edukasi Hukum kali ini kita akan membahas mengenai pemberian kembalian dalam bentuk permen yang diitnjau dari kacamata hukum. Simak selengkapnya!

Uang sebagai alat tukar, berperan penting dalam setiap kegiatan pertukaran barang dan jasa yang terjadi di masyarakat. Salah satu kegiatan yang membutuhkan uang adalah transaksi jual beli. Umumnya, penjual akan memberikan barang/jasa yang ditawarkan dan pembeli akan membayar dengan menggunakan uang.

Dalam praktiknya, nominal uang yang beredar di masyarakat dapat digantikan oleh sejumlah hal. Misalnya, seorang pelanggan berhak atas kembalian sejumlah Rp500, ketika berbelanja di swalayan. Namun karena merasa tidak memiliki “uang receh”, kasir yang saat itu tengah melayani, memberikan sejumlah permen sebagai pengganti uang Rp500,-.

Apabila ditinjau dari segi hukum, hal ini TIDAK DIPERBOLEHKAN. Berdasarkan pasal 2 Ayat (3) PERPPU No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan bahwa setiap perbuatan yang menggunakan uang, mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang, wajib menggunakan uang rupiah apabila ditetapkan lain. Apabila dilanggar, pelaku dapat diancam pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda sekurang–kurangnya Rp2.000.000,- dan paling banyak Rp6.000.000,-.

Kemudian dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, ditegaskan kembali bahwa  Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam transaksi dan penyelesaian kewajiban dengan uang, diancam pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

Oleh karenanya, pembeli BERHAK MENOLAK kembalian dalam bentuk permen. Apabila penjual memaksa pembeli untuk menerima permen tersebut, penjual dapat diancam oleh Pasal 8 UU No 15 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal tersebut melarang pelaku usaha untuk memaksa atau melakukan tindakan yang dapat menimbulkan gangguan fisik atau psikis terhadap konsumen dan mengancam pelanggar dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000 (dua milyar rupiah).

Masalah sepele seperti ini juga bisa berdampak besar kepada kehidupan sosial masyarakat. Masyarakat akan ikut-ikutan menggunakan permen sebagai alat tukar dan menghapuskan uang dengan nominal tertentu. Padahal Bank Indonesia masih memproduksi uang receh.

Sekian Edukasi Hukum kali ini, semoga sobat justitia bisa lebih tegas dalam menolak perlakuan yang merugikan hak sobat justitia. Simak Edukasi Hukum lainnya hanya di www.mediajustitia.com.

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...