Gelar Seminar Nasional Bertajuk “Proteksi Diri dari Predator Seksual!”, DPN Peradi dan UKI Imbau Korban Pelecehan Seksual Berani Speak out!

28 January 2023 | 51
Pembukaan Acara Seminar Nasional "Proteksi Diri dari Predator Seksual"

MediaJustitia.com: Berpedoman pada 5 arahan Presiden kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengenai penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak, Dewan Pimpinan Nasional Peradi (DPN Peradi) bekerja sama dengan Universitas Kristen Indonesia (UKI) gelar sosialisasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) melalui Seminar Nasional bertajuk “Proteksi Diri dari Predator Seksual” di Grand William Soerjajaya pada Kamis (26/01).

“Peradi sebagai salah satu aparat penegak hukum merasa terpanggil untuk membantu pemerintah, khususnya bagian perlindungan perempuan dan anak untuk menyosialisasian UU tersebut. Di sinilah letak bakti Peradi, UKI dan jajaran masyarakat terhadap negara Indonesia,” jelas Srimiguna, S.H., M.H. (Wakil Ketua Umum Bidang Perempuan, Anak, dan Disabilitas DPN Peradi).

Dalam laporannya Ketua Panitia Susi Maryati S.H., M.H. menyampaikan Kegiatan terlaksana secara hybrid dengan antusias pendaftar melebihi ekspektasi. Tercatat, sebanyak 635 orang peserta (dari target 500) hadir secara langsung di UKI Cawang dan 1312 orang peserta (dari target 1000) bergabung melalui Zoom Meeting.

Sebagai informasi, sebelum seminar dimulai telah dilakukan penandatanganan MoU oleh Kementerian PPPA dengan Prosapena dan penandatanganan PKS oleh Kementerian PPPA dengan 4 Organisasi Profesi.

“Kerja sama (DPN Peradi dan UKI) ini sangat penting sekali karena yang kita bicarakan ini tentang sosialisasi UU TPKS,” tegas Ketua Umum DPN Peradi Prof. Otto Hasibuan, S.H., M.M. dalam konferensi pers bersama awak media, Jakarta, Kamis (26/01).

Sebagaimana kita ketahui, lanjutnya, UU ini sudah 16 tahun terpendam dan akhirnya bisa dikeluarkan pada tahun 2022. Tentu ada pro dan kontra, tambahnya, terutama mengenai restorative justice.

Ia menegaskan, sebagai Organisasi Profesi, Peradi mengambil peran karena merasa tidak bisa hanya berkutat di dunia advokat saja, namun juga harus berpartisipasi pada semua kegiatan apapun dalam hal pemerintah demi kebaikan masyarakat.

“Peradi ada di sini bersama-sama dengan UKI, meskipun secara formal ini adalah tugas pemerintah untuk menyosialisasikan tapi kita juga bisa berperan aktif, kebetulan Peradi juga banyak sekali bekerja sama dengan Kementerian PPPA ini,” pungkasnya kepada awak media. 

 

Konferensi Pers Seminar Nasional “Proteksi Diri dari Predator Seksual” Bersama Awak Media, Jakarta, Kamis (26/01)

 

Dalam hal ini Rektor Universitas Kristen Indonesia Dr. Dhaniswara, S.H., M.H., MBA. turut menambahkan, seminar nasional ini merupakan wujud nyata bagi perguruan tinggi dalam rangka menyosialiasikan undang-undang yang berkaitan dengan kekerasan terhadap anak ataupun perempuan dalam pelecehan seksual.

Sehingga, tambah Dr. Dhaniswara, hal ini memang menjadi suatu wadah yang positif karena dalam pelaksanaannya undang-undang ini tidak mendapatkan eksistensi.

“Sehingga masyarakat semua tahu, bahwa perguruan tinggi itu adalah garda terdepan untuk kita melakukan sosialiasi kebijkan publik khususnya dalam hal sosialisasi UU TPKS ini,” jelas Dr. Dhaniswara kepada awak media.

Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyampaikan, seminar nasional yang diselenggarakan oleh Peradi dan UKI ini berdampak positif dalam menyosialisasikan UU TPKS kepada masyarakat guna mencegah dan meminimalisir tindak pidana tersebut.

“Kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan pelanggaran HAM yang harus dihapuskan,” tegasnya.

Untuk diketahui, berdasarkan hasil survei pengalaman hidup perempuan nasional pada tahun 2021, kekerasan fisik dan atau seksual yang dilakukan pasangan dan selain pasangan selama hidupnya masih dialami oleh sekitar 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun.

Hadir mewakili Menteri PPPA, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Ratna Susianawati, S.H., M.H. menegaskan bahwa UU TPKS ini memberikan aksesibilitas, kemudahan pengaduan, pendampingan kasus, serta pemulihan dari maraknya kasus pelecehan seksual.

Selain itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden sekaligus Ketua Tim Kerja HAM KSP Prof. Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin turut hadir mewakili Deputi V Kepala Staf Presidenan Dra. Jaleswari Pramodhawardhani, M.Hum. yang berhalangan hadir.

“Undang-undang ini adalah milik kalian, tolong didownload, ini adalah perisai bagi teman-teman untuk melindungi diri. Speak out! Berbicaralah kepada orang terdekat atau teman yang dipercaya agar tidak memperparah. Ini adalah tragedi yang sangat dramatis karena akan meruntuhkan harga diri kita sebagai manusia,” tegasnya.

Penyampaian Materi Oleh Narasumber

Menghadirkan narasumber yang ahli dibidangnya dengan dimoderatori oleh Elly Wati Suzanna Saragih, S.H., S.E. keempat narasumber memaparkan materi secara bergantian.

Ketua Panitia Susi Maryati menyerahkan plakat penghargaan kepada narasumber

 

Pemateri pertama, Apoeng Herlina, S.H., M.H. (Komisioner Komisi Kejaksaan RI) dengan topik “Penanganan Perkara TPKS” menyampaikan bahwa UU TPKS mengedepankan kepentingan terbaik bagi korban.

“Harkat martabat manusia memang harus dihargai, namun kalau sudah terbukti bersalah maka harus dihukum. Sayangnya, sistem pengadilan Indonesia masih berfokus pada penjatuhan hukuman saja. Di dalam UU TPKS inilah kepentingan korban mulai diatur, termasuk pemberian restitusi terhadap korban. Selama proses penanganan TPKS juga identitas korban dirahasiakan dan bisa diberikan perlindungan sementara kepada korban,” jelas Apoeng.

Dari segi psikologi, Dra. Reni Kusumowardhani, M.Psi. (Psikolog dan Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia) menjelaskan anatomi kasus kekerasan seksual dari berbagai aspek dan mengajak hadirin untuk mengenal kondisi psikologi korban. Sebagai psikolog forensik yang sering digandeng dalam memeriksa korban dan tersangka, Reni turut mengimbau kepada peserta untuk berhati-hati.

“UU TPKS memang dibentuk untuk melindungi kita. Untuk itu mari kita wujudkan bersama penguatan masyarakat terhindar dari TPKS, baik sebagai korban apalagi pelaku. Hati-hati ya, dik!”  tutupnya.

Mengangkat topik “Pencegahan Kekerasan Seksual dalam Perspektif HAM”, Dr. Margaretha Hanita, S.H., M.Si. (Dosen Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia) menekankan bahwa kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, kapan saja, terhadap siapa saja.

“Di PBB, kekerasan seksual sudah didorong sebagai crimes against humanity. Negara Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi HAM Internasional dan Protokol Opsional Perlindungan Perempuan dan Anak. Untuk itu, Indonesia memiliki tugas to respect (menghargai), to protect (melindungi), dan to fullfil (memenuhi) instrumen HAM,” jelas Margaretha.

Sebagai narasumber terakhir, Sylvana Maria, M.Th. (Komisioner KPAI) mengingatkan bahwa bonus demografi di tahun 2045 akan menjadi bencana demografi apabila anak-anak terus menjadi korban kekerasan seksual tanpa perlindungan dan/atau perlindungan yang lemah.

Dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang berlangsung secara interaktif. Para peserta, baik yang hadir secara langsung maupun yang tergabung melalui Zoom Meeting, melontarkan pertanyaan terkait tema secara antusias.

“Kita harus speak up, berani berkata tidak ke predator kekerasan seksual. Percaya dan yakinlah bahwa negara hadir untuk setiap korban. Jangan takut lapor!” tutup Elly.

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...