MediaJustitia.com: Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Tersangka kasus dugaan korupsi pembelian liquefied natural gas (LNG) yang disebut merugikan negara Rp 2,1 triliun. Karen mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) atas penetapannya sebagai tersangka oleh KPK.
Melansir dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, perkara Karen didaftarkan pada 6 Oktober lalu dan sudah teregistrasi dengan nomor perkara 113/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL.
Karen menggugat KPK lantaran penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembelian liquefied natural gas (LNG).
“Klasifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka,” demikian bunyi keterangan SIPP PN Jaksel.
Diketahui juga sidang pertama akan dilaksanakan pada 16 Oktober 2023.
Sebelumnya, Karen Agustiawan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi terkait pembelian LNG. KPK menjerat Karen dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK menduga perbuatan Karen mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 2,1 triliun. Karen juga telah ditahan oleh KPK sejak Selasa (19/9).
“Dari perbuatan GKK alias KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD 140 juta yang ekuivalen dengan Rp 2,1 triliun,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers.
Firli mengatakan kasus ini bermula saat Pertamina memiliki rencana pengadaan LNG di Indonesia pada 2012. Wacana tersebut, kata Firli, muncul sebagai upaya mengatasi defisit gas di Indonesia.
Karen, yang diangkat menjadi Dirut PT Pertamina periode 2009-2014, mengusulkan kerja sama dengan sejumlah produsen dan supplier LNG di luar negeri, di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaxcition (CCL), perusahaan LLC dari Amerika Serikat.
KPK mengatakan Karen diduga mengambil keputusan secara sepihak tanpa melakukan kajian secara menyeluruh. KPK juga menyebut Karen tak melaporkan keputusannya terkait LNG itu kepada Komisaris Pertamina.
“Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, GKK alias KA secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero,” ujar Firli.
Firli menyebut pengambilan keputusan yang dilakukan Karen juga dinilai tak mendapat restu pemerintah sebagai pemegang saham Pertamina.
“Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup rapat umum pemegang saham (RUPS), dalam hal ini pemerintah, tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dari persetujuan pemerintah saat itu,” tutur Firli.
Karen pun membantah perbuatannya menyebabkan kerugian negara. Dia mengatakan pembelian LNG itu juga diketahui oleh pemerintah.
“Itu perintah jabatan dan saya melaksanakan sudah sesuai dengan melaksanakan sebagai pelaksanaan anggaran dasar. Ada due diligence, ada tiga konsultan yang terlibat,” jelas Karen.
Artikel ini telah terbit di detik.com