Mediajustitia.com: Suhartoyo, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), memproyeksikan bahwa jumlah gugatan terkait sengketa pemilu atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024 kemungkinan akan mengalami peningkatan signifikan dibandingkan dengan jumlah gugatan pada PHPU tahun 2019.
Menurut Suhartoyo, pada tahun 2019 terdapat 262 perkara PHPU yang diajukan. Namun, dalam tinjauannya terhadap loket pendaftaran PHPU tahun 2024 di Gedung I MK RI, Jakarta, pada hari Minggu, Suhartoyo menyatakan bahwa jumlah gugatan kemungkinan akan bertambah.
“Kalau secara jumlah, masih banyak sekarang. Dulu (tahun 2019) kan 262 (perkara). Ini prediksinya bisa lebih,” ujar Suhartoyo.
Suhartoyo menjelaskan bahwa hingga Minggu siang, MK masih terus mencatat data gugatan yang masuk untuk didaftarkan ke laman resmi MK. Dia juga menyebut bahwa MK masih menghitung jumlah pendaftaran yang diajukan baik oleh perseorangan maupun partai.
“Pendaftaran ini masih terus dihitung, baik yang diajukan oleh perseorangan maupun partai, termasuk juga yang dari DPD, dan jumlahnya belum pasti,” jelas Suhartoyo.
Pendaftaran PHPU tahun 2024 telah ditutup pada Sabtu malam sesuai dengan Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2024, yang menetapkan batas waktu pendaftaran PHPU pilpres selama tiga hari maksimal dan PHPU pileg selama 3×24 jam setelah penetapan perolehan suara oleh KPU.
Hingga pukul 15.00 WIB pada hari Minggu, total permohonan yang tercatat di laman resmi MK adalah sebanyak 265 permohonan. Jumlah tersebut terdiri dari 2 permohonan PHPU pilpres, 10 permohonan PHPU Pileg DPD, dan 253 permohonan PHPU Pileg DPR.
“Kami memperkirakan akan ada sekitar 280 permohonan,” kata Suhartoyo.
Suhartoyo juga menyoroti bahwa biasanya akan ada pihak yang mendaftarkan gugatan meskipun mengetahui bahwa jadwal pendaftaran telah ditutup. Ini merupakan fenomena yang juga terjadi pada PHPU di tahun-tahun sebelumnya.
Namun, MK akan tetap menerima pendaftaran tersebut karena lembaga peradilan tidak memiliki kewenangan untuk menolak perkara.
“Namun, nantinya, akan diputuskan dalam rapat hakim bagaimana menanggapi permohonan yang masuk melewati batas waktu. Terdapat syarat-syarat formal yang akan dipertimbangkan dalam hal tersebut,” tambah Suhartoyo.
Lebih lanjut Suhartoyo juga menegaskan akan membatasi jumlah kuasa hukum dan saksi dalam sidang gugatan Pemilu atau Pilpres 2024.
Dijelaskan Suhartoyo bahwa kuasa hukum dari masing-masing pihak yang dibolehkan masuk ke dalam sidang adalah 10 orang, ditambah dengan dua orang prinsipal yang dalam hal ini merupakan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
“Ph dibatasi itu, masing-masing 10 untuk kuasa hukumnya, dua prinsipal, total 12,” ucap Suhartoyo.
Dalam hal pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak hadir, hanya 10 orang yang diperbolehkan masuk ke dalam ruang sidang. Hal ini berlaku untuk pihak pemohon, pihak terkait, KPU selaku termohon, maupun Bawaslu selaku pemberi keterangan.
“Iya sama, baik Bawaslu, KPU, pihak terkait, maupun pemohon,” ujar Suhartoyo.
Adapun saksi yang dihadirkan di persidangan juga akan dibatasi. SUhartoyo belum membeberkan jumlah maksimal saksi yang bisa hadir dalam sidang. Akan tetapi, pada PHPU pilpres tahun sebelumnya hanya dada 15 saksi yang diperiksa.
“Saksi dibatasi, tahun yang lalu 15 orang. Pada tahun ini, ya sekitar itu,” tuturnya.
Berdasarkan Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023, pihak pemohon dalam PHPU pilpres adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang menggugat hasil pilpres yang ditetapkan KPU. Sementara itu, yang dimaksud dengan termohon adalah KPU.
Pihak terkait adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berkepentingan terhadap permohonan yang diajukan oleh pemohon. Dalam kata lain, pihak terkait merupakan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang menjadi rival pemohon dalam kontestasi pilpres.
Pendaftaran PHPU 2024 berakhir pada Sabtu (23/3) malam. Hingga Minggu pukul 15.00 WIB total permohonan yang tercatat di laman resmi MK sebanyak 265 permohonan, terdiri atas 2 permohonan PHPU pilpres, 10 permohonan PHPU pemilu Anggota DPD RI, dan 253 permohonan PHPU Pemilu Anggota DPR RI.