Tragedi Kanjuruhan, Salah Siapa?

4 October 2022 | 112
Misteri Pintu Stadion Terkunci di Tragedi Kanjuruhan (Foto: AP/Yudha Prabowo)

MediaJustitia.com: Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu, 01 Oktober 2022 membuat dunia sepak bola Indonesia berduka, ratusan orang meninggal dunia usai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya.

Diketahui pendukung Arema yang tak terima kekalahan timnya usai kalah 2-3 dari Persebaya langsung menyerbu ke lapangan setelah wasit meniupkan peluit panjang. Kerusuhan pun tak terhindarkan.

Rezqi Wahyu, salah satu suporter yang selamat dalam tragedi tersebut menceritakan detik-detik peristiwa mencekam itu via Twitter.

Menurutnya, kejadian bermula dari adanya satu orang Aremania dari Tribun Selatan yang nekat masuk ke lapangan dan mendekati pemain Arema Sergio Silva dan Adilson Maringa. Sang suporter mencoba memberikan motivasi dan kritik kepada pemain Arema. Saat itulah kericuhan terjadi.

Petugas keamanan sempat mencoba membubarkan serbuan para suporter namun tak berhasil, kemudian aparat kepolisian memutuskan menembakkan gas air mata ke arah massa. Namun keputusan ini justru membuat kondisi semakin kacau.

Para suporter yang panik termasuk wanita dan anak-anak berdesakan mencoba keluar dari Stadion Kanjuruhan. Akibatnya fatal, banyak yang pingsan dan sulit bernapas lantaran gas air mata memenuhi ruang udara Stadion Kanjuruhan. Ditambah lagi massa berdesak-desakan ingin keluar.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan, 125 nyawa melayang dalam tragedi Kanjuruhan Malang tersebut dan ratusan orang lainnya terluka.

Penyebab Banyak Jatuh Korban Jiwa

Para korban diduga meninggal karena kekurangan oksigen usai ramainya orang dan asap gas air mata di udara Stadion Kanjuruhan. Hal tersebut berdasarkan keterangan Direktur Utama RSUD Kanjuruhan Bobby Prabowo.

Tindakan aparat kepolisian yang menembakkan gas air mata ini dikecam berbagai pihak. Pasalnya, regulasi dari FIFA tegas melarang penegak hukum menggunakan substansi tersebut di dalam stadion.

Hal itu sebagaimana tertulis di Pasal 19 b tentang petugas penjaga keamanan lapangan yang berbunyi, ‘no firearms or crowd control gas shall be carried or used‘ yang artinya senjata api atau gas pengendali massa tidak boleh dibawa atau digunakan.

Sekretaris Jendral PSSI Yunus Nusi mengungkap alasan aparat keamanan melepaskan tembakan gas air saat insiden pecah. Menurutnya, langkah itu sudah dipertimbangkan oleh pihak terkait demi mengantisipasi serbuan suporter.

“Begitu cepat kejadiannya, sehingga pihak keamanan mengambil langkah-langkah yang tentu dari mereka sendiri telah dipikirkan dengan baik,” ujar Yunus Nusi dalam konferensi pers di Stadion Madya Senayan, Minggu (2/10/2022).

“Memang kita lihat bersama, pascapertandingan itu, dari suporter banyak yang turun ke lapangan, (kemudian) pihak keamanan mengambil langkah-langkah antisipasi,” sambungnya dalam kesempatan yang sama.

Alasan Polisi Tembak Gas Air Mata

Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur Irjen Nico Afinta mengungkap alasan aparat menembakkan gas air mata kepada suporter Arema FC saat kerusuhan terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Menurutnya, tindakan tersebut untuk menghalau suporter yang merangsek turun ke lapangan.

“Seandainya suporter mematuhi aturan, peristiwa ini tidak akan terjadi. Semoga tidak terjadi lagi peristiwa seperti ini,” ucapnya dalam konferensi pers di Mapolres Malang, Minggu (2/10/2022).

Penggunaan gas air mata oleh aparat kepolisian ini bakal didalami dan diusut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Komnas HAM mengusut itu lantaran aturan Federasi Sepakbola Internasional (FIFA), aparat penegak hukum tidak diizinkan untuk menggunakan gas air mata dalam stadion.

“Kami sedang mendalami prosedur terkaut aturan FIFA atau PSSI dan sedang membicarakan proses pemantauannya. Semua (termasuk penggunaan gas air mata),” ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam keterangannya, Minggu (2/10/2022).

Sementara Amnesty International Indonesia mendesak pemerintah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang yang menyebabkan 125 orang meninggal dan ratusan lainnya luka-luka.

“Ini harus diusut tuntas. Bila perlu, bentuk segera Tim Gabungan Pencari Fakta,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangannya, Minggu (2/10/2022).

Usman menyayangkan tindakan aparat kepolisian dalam melerai massa di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Menurut Usman, tindakan aparat kepolisian yang menyebabkan ratusan korban meninggal ini tidak bisa dibenarkan.

“Penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat keamanan negara untuk mengatasi atau mengendalikan massa seperti itu tidak bisa dibenarkan sama sekali,” ujar Usman.

Maka dari itu, Usman meminta tragedi ini harus diusut tuntas. Pasalnya, menurut Usman Hamid, tragedi ini mengingatkan kembali peristiwa tewasnya lebih dari 300 orang dalam tragedi sepak bola Peru di tahun 1964.

“Tragedi ini mengingatkan kita pada tragedi sepak bola serupa di Peru tahun 1964 di mana saat itu lebih dari 300 orang tewas akibat tembakan gas air mata yang diarahkan polisi ke kerumunan massa lalu membuat ratusan penonton berdesak-desakan dan mengalami kekurangan oksigen,” kata Usman.

Menurut Usman, tragedi di Malang ini tidak seharusnya terjadi jika aparat keamanan memahami betul aturan penggunaan gas air mata. Usman menyebut pihaknya juga menyadari aparat keamanan sering menghadapi situasi yang kompleks dalam menjalankan tugas.

“Tapi mereka harus memastikan penghormatan penuh atas hak untuk hidup dan keamanan semua orang, termasuk orang yang dicurigai melakukan kerusuhan,” kata dia.

Tragedi Kanjuruhan ini menjadi kasus kematian paling mematikan kedua di dalam sejarah dunia sepak bola. Hal ini tergambar jika mengacu pada daftar yang dirilis oleh situs princeonomics, menggeser catatan buruk dari insiden sepak bola yang terjadi di Ghana pada tahun 2001. Angka ini sekaligus menunjukkan yang paling mematikan di Asia.

Sayangnya, hingga kini belum ada pihak yang menyadari kesalahannya dan menyatakan siap bertanggung jawab atas kejadian ini.

Artikel ini telah terbit di liputan6

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...