Transformasi Sistem Ambang Batas Parlemen: Refleksi atas Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Pemilu 2024

1 March 2024 | 28
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo memimpin jalannya sidang perkara nomor 116/PUU-XXI/2023 mengenai uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung MK, Jakarta, Kamis (29/2/2024). ANTARA

Mediajustitia.com: Dalam tengah gejolak rekapitulasi suara Pemilu 2024 yang sedang berlangsung hingga 20 Maret 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengambil langkah signifikan dengan mengabulkan sebagian permohonan pemohon yang berkaitan dengan parliamentary threshold minimal 4 persen dari suara sah secara nasional. Meskipun proses rekapitulasi secara manual belum rampung, masyarakat dapat tetap mengikuti perkembangan hasil real count yang disediakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melalui aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) atau dengan mengunjungi pemilu2024.kpu.go.id.

Perhatian publik kini terfokus pada prediksi partai politik mana yang akan berhasil melampaui ambang batas parlemen, terutama dalam Pemilu Anggota DPR RI yang melibatkan 18 partai politik nasional. Dalam arena Pemilu legislatif (pileg) ini, ada 9.918 calon anggota DPR RI yang bersaing untuk merebut 580 kursi DPR RI tersebar di 84 daerah pemilihan (dapil).

Urutan nomor peserta Pemilu 2024 mencakup Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerindra, PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Buruh, dan Partai Gelora Indonesia. Disusul oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Hanura, Partai Garuda, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Perindo, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Ummat.

Namun, sorotan publik mengenai potensi kelolosan semua partai politik peserta Pemilu Anggota DPR RI ke Senayan (Gedung MPR/DPR/DPD RI) mendapatkan tanggapan setelah putusan MK. Meskipun spekulasi mencuat bahwa seluruh partai politik berpeluang lolos ke Senayan jika meraih suara terbanyak di daerah pemilihan (dapil), tanpa mencapai parliamentary threshold, wacana ini diimbangi dengan ajakan untuk membaca secara teliti Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023.

Putusan MK tersebut menegaskan bahwa ambang batas parlemen sebesar 4 persen pada Pemilu 2024 tetap konstitusional. Hanya peserta pemilu yang memenuhi ambang batas tersebut yang dapat diikutsertakan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR. Pihak Perludem, melalui Khoirunnisa Nur Agustyati dan Irmalidarti, telah mengajukan permohonan pengujian UU No. 7/2017 terhadap UUD NRI Tahun 1945.

Putusan MK menetapkan bahwa norma Pasal 414 ayat (1) UU No. 7/2017 konstitusional, dengan syarat diberlakukan pada Pemilu Anggota DPR 2024 dan bersyarat untuk Pemilu Anggota DPR 2029 serta pemilu berikutnya, setelah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen.

Menanggapi putusan MK, Titi Anggraini, anggota Dewan Pembina Perludem, menyatakan bahwa perubahan ambang batas parlemen harus didesain untuk keberlanjutan, menjaga proporsionalitas sistem pemilu, penyederhanaan partai politik, dan melibatkan partisipasi publik secara signifikan. Dengan demikian, pertimbangan hukum Mahkamah memberikan arah bagi perubahan substantif terhadap sistem ambang batas parlemen.

Selain itu, anggota Dewan Pembina Perludem juga mencatat bahwa kebijakan ambang batas parlemen memiliki dampak signifikan pada konversi suara sah menjadi jumlah kursi DPR yang berkaitan dengan proporsionalitas hasil pemilu. Dalam Pemilu 2004, misalnya, sekitar 18 persen dari suara sah nasional tidak dapat dikonversi menjadi kursi, menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas dan keadilan sistem ambang batas parlemen.

Saldi Isra, Wakil Ketua MK, dalam pertimbangan hukumnya, menyatakan bahwa tidak ditemukan dasar rasionalitas dalam penetapan besaran angka atau persentase minimal 4 persen yang diatur dalam pasal tersebut. Meskipun demikian, rekomendasi norma yang diajukan oleh Perludem dalam petitum tidak dapat dikabulkan oleh MK karena merupakan bagian dari wewenang pembentuk undang-undang untuk dirumuskan lebih lanjut.

Dengan demikian, putusan MK menyatakan bahwa sebagian permohonan pemohon beralasan menurut hukum. Harapannya, langkah-langkah selanjutnya dalam reformasi sistem ambang batas parlemen akan memperhatikan nilai-nilai demokrasi, kedaulatan rakyat, dan keadilan pemilu.

Artikel ini telah terbit di antaranews.com

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...