MediaJustitia.com: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan uang Rp1,7 miliar dalam kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Kepulauan Meranti, Riau, Muhammad Adil.
Adapun terdapat tiga dugaan korupsi yang dilakukan oleh Adil, yaitu pemotongan anggaran, gratifikasi jasa travel umrah, dan suap auditor BPK Riau.
Penetapan ini dilakukan usai pemeriksaan selama 7,5 jam di Gedung Merah Putih KPK.
Selain Bupati Meranti, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya dalam OTT tersebut, antara lain Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti FN dan Auditor BPK Perwakilan Provinsi Riau MFA.
“Pada kesempatan ini KPK telah menetapkan tiga orang tersangka yaitu pertama MA Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti periode 2021-2025, kemudian FN, ini kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti sekaligus kepala cabang PT TN, kemudian MFA auditor BPK Perwakilan Provinsi Riau,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, Jumat (7/4).
Alexander menuturkan penetapan ini merupakan tindak lanjut laporan masyarakat terkait informasi dugaan penyerahan uang kepada Penyelenggara Negara, pada Kamis (6/4). Tim KPK langsung bergerak ke wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.
Adapun dalam OTT tersebut, KPK telah mengamankan 28 orang di empat lokasi berbeda.
Dalam keterangannya, Alexander juga mengungkap dugaan uang yang diterima oleh Adil dalam dugaan korupsi yang melibatkan puluhan pihak lain di wilayah Provinsi Riau.
Namun KPK masih akan mendalami proses penyelidikan sembari melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap pihak yang terjaring dalam OTT.
Sementara itu, usai tertangkap, Muhammad Adil meminta maaf kepada warganya.
“Saya mengucapkan mohon maaf kepada seluruh warga Kepulauan Meranti atas kekhilafan saya,” kata Adil saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Sabtu (8/4/2023) dini hari.
Usai menyampaikan permintaan maaf, Adil enggan berkata-kata lebih lanjut. Ia juga enggan menyampaikan permintaan maaf kepada keluarganya. Selain itu, dia juga enggan membantah sangkaan dari PK bahwa dirinya melakukan tiga dugaan tindak pidana korupsi.
Artikel ini telah terbit sebagian di CNN dan Kompas