Aspek Hukum Gratifikasi

10 April 2023 | 47

MediaJustitia.com: Sudahkah Anda mendengar kasus dugaan gratifikasi yang dilakukan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo? Lalu apakah sebenarnya gratifikasi termasuk perbuatan pidana? Lantas apa perbedaan Gratifikasi, Suap dan Pemerasan?

Di Edukasi Hukum kali ini kita akan membahas mengenai gratifikasi yang ditinjau dari kacamata hukum. Simak selengkapnya!

Gratifikasi adalah pemberian kebahagiaan atau hadiah. Terminologi hukum memberikan pengertian gratifikasi sebagai pemberian atau hadiah dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-Cuma dan fasilitas lainnya.

Gratifikasi berpeluang menimbulkan penyalahgunaan dan penyelewengan kekuasaan karena ada iming-iming pemberian hadiah.

Dalam praktiknya gratifikasi tumbuh dan berkembang seiring dengan budaya masyarakat yang membenarkan pemberian hadiah kepada penyelenggara negara, sebagai bentuk ucapan terima kasih karena telah berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu yang berhubungan dengan jabatannya.

Apabila ditinjau dari hukum, UU Tindak Pidana Korupsi mengatur terkait gratifikasi. Segala gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dianggap sebagai suap (Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Gratifikasi tidak dianggap sebagai suap, apabila penerima melaporkan gratfikasi yang diterima kepada KPK. (Pasal 12 C ayat (1) Undang-Undang TPK)

UU TPK juga mengatur sanksi penerima gratifikasi, yaitu Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit RP 200 juta dan paling banyak Rp 1 milliar.

Gratifikasi, Suap dan Pemerasan merupakan tindakan yang berbeda. Suap terjadi jika pengguna jasa secara aktif menawarkan imbalan, pemerasan terjadi jika petugas layanan secara aktif menawarkan jasa atau meminta imbalan kepada pengguna jasa, sedangkan gratifikasi terjadi jika penggguna layanan memberikan sesuatu kepada pemberi layanan tanpa adaya penawaran untuk mencapai tujuan yang diberikan tanpa maksud apapun.

Perbedaan diantara ketiganya, suap dan pemerasan dilakukan dengan transaksi atau penawaran diantara kedua belah pihak, sedangkan gratifikasi tidak dilakukan. Gratifikasi dilakukan agar petugas tersentuh hatinya, agar dipermudah tujuan pengguna jasa dikemudian hari atau yang disebut “tanam budi”.

Jadi, segala bentuk gratifikasi yang tidak dilaporkan kepada KPK merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara dan/atau denda. Sedangkan Gratifikasi, Suap dan Pemerasan merupakan hal yang berbeda.

Sekian Edukasi Hukum kali ini, semoga sobat justitia dapat bertindak bijak dalam melakukan hubungan dengan pejabat dengan mengikuti prosedur yang ada tanpa harus memberikan imbalan dengan harapan dapat dipermudah tujuannya.

Source: https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/kotabumi/id/informasi/edukasi-gratifikasi/pengertian-gratifikasi.html

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...