MediaJustitia.com: Belakangan ini, maraknya berita mengenai persidangan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J kerapkali diperbincangkan di kalangan masyarakat.
Persidangan itu sontak menghadirkan beberapa saksi yang turut memberikan beberapa kesaksian. Namun, hal menarik yang akan kita bahas dalam Edukasi Hukum kali ini adalah tentang dugaan pemberian “kesaksian palsu” oleh Susi (ART Ferdy Sambo) yang menjadi salah satu saksi dalam kasus tersebut.
Sebelum membahas mengenai kesaksian palsu, perlu kita pahami bahwa keterangan kesaksian sendiri merupakan salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari kesaksian mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Keterangan saksi ini diperlukan dalam dua tahapan yaitu tahap penyidikan dan proses persidangan. Berbeda dengan tahap penyidikan yang tidak ada kewajiban bagi saksi untuk disumpah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 116 ayat (1) KUHAP, dalam proses persidangan saksi wajib mengucapkan sumpah sebelum memberi keterangan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP yang menyatakan sebagai berikut:
“Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.”
Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi juga wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi tersebut selesai memberi keterangan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 160 ayat (4) KUHAP.
Dengan demikian, jika seorang saksi memberikan keterangan yang tidak benar maka dapat dikenanakan ancaman pidana sebagai tindak pidana keterangan palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sebelumnya apabila keterangan saksi dalam persidangan disangka palsu, maka Hakim Ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia diduga tetap memberikan keterangan palsu sebagaimana ketentuan dalam Pasal 174 ayat (1) KUHAP.
Apabila saksi tetap mengatakan suatu hal keterangan yang palsu, maka saksi tersebut dapat ditahan atas perintah Hakim Ketua sidang sebagaimana ketentuan dalam Pasal 174 ayat (2) KUHAP yang menyatakan sebagai berikut:
“Apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu.”
Berikut isi pasal 242 KUHP yang terdiri dari empat butir uraian dalam KUHP Buku Kesatu:
Seseorang dapat diganjar dengan pidana sumpah palsu atau keterangan palsu jika memenuhi sejumlah unsur-unsur sebagai berikut:
Lantas, keterangan palsu dapat dikatakan sebagai tindak pidana sumpah palsu apabila pemeriksaan terhadap saksi yang bersangkutan telah selesai dalam memberikan keterangannya. Selama saksi masih diperiksa, saksi tersebut masih dapat menarik kembali keterangannya. Jika saksi itu menarik kembali keterangannya sebelum pemeriksaan terhadap dirinya sebagai saksi selesai, maka belum terjadi tindak pidana sumpah palsu yang dapat dipidana berdasarkan Pasal 242 KUHP.
Referensi: https://tirto.id/bagaimana-isi-bunyi-pasal-242-kuhp-tentang-kesaksian-palsu-gvku