Atasan Ajak Karyawan Staycation, Bisa Dipidanakah?

23 May 2023 | 455
Broken relationship with cracked glass effect and people holding hands behind

Pertanyaan:

Halo Min Medjus! Akhir-akhir ini viral kasus ajakan tidur bareng atau staycation bareng bos di PT X kepada karyawannya dengan ancaman jika menolak ajakan maka Ia (karyawan) akan diputus kontrak kerjanya, Pertanyaannya min bisa gak bosnya dihukum? Atau itu sah-sah aja karena perintah bos ke karyawan? Terima Kasih min.

 

Jawaban:

Halo Sobat Justitia!

Terima Kasih atas Pertanyaannya, tentunya tindakan pemaksaan disertai dengan ancaman yang mengarah kepada tindakan pelecehan seksual merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan terlebih perbuatan tersebut dilakukan oleh boss atau pemimpin dalam suatu perusahaan. Pemimpin perusahaan seharusnya dapat menciptakan lingkungan perusahaan yang aman dan nyaman agar tercapainya tujuan perusahaan. Lingkungan kerja yang aman dan nyaman dapat membantu pekerja dalam meningkatkan kinerjanya. Namun sebaliknya, jika lingkungan kerja tidak mendukungnya dengan baik maka akan berdampak buruk pada kinerjanya.

Staycation diartikan sebagai istilah yang mendeskripsikan kegiatan yang dilakukan untuk menghabiskan waktu bersama di sebuah penginapan dengan teman atau pasangan. Istilah staycation sering dicap negative sebab dilakukan oleh pasangan yang belum sah. Kami mengasumsikan tindakan pemaksaan tidur bareng bos merupakan tindakan asusila berupa perzinahan yang dilakukan pasangan diluar pernikahan menikah.

Menjawab pertanyaan Sobat Justitia, Bos yang meminta tidur bareng karyawan dengan ancaman pemutusan hubungan pekerjaan, merupakan salah satu tindak pidana yang dapat dikenakan hukuman atau sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ditinjau dari lingkup kejadian, dimana peristiwa tersebut terjadi dalam lingkungan perusahaan maka aturan yang mengatur terkait perusahaan, karyawan maupun pemimpin perusahaan ialah Undang-undang Hubungan Industrial.

Tindakan pemimpin perusahaan yang mengajak disertai ancaman untuk melakukan hubungan seksual, merupakan tindakan yang dilakukan orang perorangan dan tidak termasuk dalam SOP pekerjaan. Sehingga dapat disimpulkan peristiwa tersebut termasuk dalam lingkup personal.

Lebih lanjut peristiwa yang dilakukan tersebut bukan termasuk dalam pelanggaran norma kerja dan tidak ditemukan unsur pelanggaran dalam Undang-Undang Hubungan Industrial, maka sanksi yang diatur dalam UU Hubungan Industrial tidak dapat diterapkan.

Oleh karena itu, Pemimpin perusahaan dapat dikenakan sanksi pidana terkait adanya tindakan kekerasan seksual. R. Soesilo menjelaskan sanksi pidana adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana. Sanski pidana kekerasan seksual diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (Selanjutnya disebut UU TPKS) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

UU TPKS

Pasal 6 huruf C UU TPKS mengatur sanksi pidana akibat pelecehan seksual. Dari ketentuan tersebut dapat dianalisis tindakan bos perusahaan di PT X yang memiliki kewenangan dengan memanfaatkan kerentanan karyawan dengan memaksanya untuk melakukan persetubuhan (staycation) dengan dirinya, maka tindakannya telah memenuhi unsur dalam Pasal 6 huruf C UU TPKS sehingga ia dapat dikenakan sanksi dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Tindakan pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan bos perusahaan di PT X kepada karyawannya termasuk dalam tindakan pemerkosaan, sehingga dapat diterapkan Pasal 285 KUHP yaitu: “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun”.

Selain itu, apabila bos perusahaan di PT X sudah memiliki suami/istri maka ia dapat juga dikenakan sanksi “gendak (overspel)” atau perselingkuhan. KUHP mengatur terkait perselingkuhan pada Pasal 284 Ayat (1) KUHP, yaitu suami/istri yang telah kawin melakukan gendak (overspel) diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan. Kemudian Pasal 284 Ayat (2) KUHP mengatur bahwa proses penuntutan atau pelaporan hanya dapat dilakukan oleh suami/ istri.

Demikian jawaban kami, semoga menjawab Sobat Justitia, ya!

banner-square

Pilih Kategori Artikel yang Anda Minati

View Results

Loading ... Loading ...